Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2021

Sebuah Ingatan Ilmuwan Tarkam

Catatan Pengantar Di umur yang sudah melintasi seperempat abad, agaknya saya merasa perlu untuk "sedikit" mengumpulkan beberapa ikhwal endapan fenomenologis yang saya punya.  Saya memberi andaian, sejatinya apa yang sejauh ini saya miliki, bukanlah sesuatu yang "layak" untuk diketahui orang lain. Sebab, rasa-rasanya tak penting-penting amat, apapun saja yang saya alami dan miliki, adalah figur berharga bagi Panjenengan semua. Ini, buku ini, tak lain hanyalah tulisan dari manusia yang kalah berkali-kali; sesosok manusia yang telah membuktikan dirinya, bahwa sandangan "sia-sia" adalah gelar prestisius dan kemewahan durjana, yang mungkin sempat ada di pagelaran sejarah.

Sejenis Pengantar

Siapa yang mengenal saya? Apakah mereka; keluarga, sahabat, teman, tetangga, bakhan pasangan. Semuanya atau yang sejenisnya, apakah benar-benar mengenal makhluk bernama saya?  Barangkali, pertanyaan diatas terkesan klise. Seolah-olah semacam lamunan lewat kemudian pergi, tak bernilai apapun, jauh dari kata bermakna. Sia-sia belaka. Syahdan, sesekali agaknya "perlu" untuk sejenak coba kita tempatkan yang terkesan klise itu, pada titik tekan sejenis perenungan.  Ya, "barangkali yang mungkin", betapa "jangan-jangan" sering dan kerap orang-orang justru "diam-diam" mempertanyakan ikhwal tersebut itu. Saat ia sendiri, pada keheningan dan keramaian yang menjelma sepi, saat ketika yang lain tertidur di dini hari. Banyumas, 18 Agustus 2021.

Mengalami Diri (13)

Pada pertengahan tahun 2021, tapal batas masa telah memasuki  pendulum menuju akhir. Manusia masih manusia, tumbuhan dan hewan pun demikian. Menjalani peran, sekaligus bergantian peran. Perubahan memang niscaya, sekalipun kita sama-sama kerap membencinya. Sebab, tak ada yang rela meninggalkan kemapanan, terlebih jika rentang perjalanannya justru merosot tak menuai kata membaik. Stagnasi dihindari, apalagi degradasi. Bagi mereka yang menganggap "dunia" tak "penting-penting amat", pasti lebih berbiasa melakoni kebobrokan. Berbeda dengan mereka, yang meletakannya pada titik "segalanya". Lagi-lagi, kita diingatkan akan "permainan makna". Dalam artian, apapun saja tak mungkin berdiri dalam ruang kosong. Senang itu makna, sedih pun demikian. Pertanyaan kemudian, bagaimana dengan hampa; tak merasakan senang ataupun sedih? Secara kategoris, hampa tidaklah termasuk dalam makna, sekalipun bisa diklaim juga, bahwa itu masuk pula dalam makna.   Mau percaya y...