Skip to main content

Mengalami Diri (10)

 Juni, telah melintas di hari ke lima. Mengajak refleksitas pikiran pada rentang jalan yang terlewati, dimana up 'n down, agaknya cukup mematangkan aksioma hidup ini.


Konon, komparasi tidaklah sehat untuk meninjau prestis. Kemajuan atau kemunduran, mungkin belum sepenuhnya kita akui dengan pertumbuhan diri, melainkan ia dan mereka telah sampai mana, sedangkan saya sudah berada pada titik yang mana. Barangkali, semacam kodrat godaan duniawi yang hanya berlaku menjadi alat uji.


Dahulu, katakanlah 10 tahun yang lalu, manusia menganggap dirinya berhasil, jika dan hanya ketika ia sanggup memenuhi kebutuhan primer, dalam lingkup kecil. Tetapi saat ini, tentu berbeda sama sekali, yang mana hal tersebut di reinforce oleh perluasan jangkauan penglihatan dan pendengaran akses digital. Hingga, yang mungkin sebenarnya telah cukup, sontak merasa kurang.


Syahdan, ruang-ruang kepedulian untuk mengaca; membaca ulang sejarah diri, perlu sesekali di agendakan. Bukan sekadar menjadi trend mental health, akhir-akhir ini an sich. Lebih dari itu, merupakan kebutuhan basic yang mau tidak mau harus dipenuhi. Manusia ya manusia, tidak akan bisa berlaku sebagai kucing, setan, apalagi Tuhan.


Nun, ditengah kegetiran beragam isu ketidaksungguhan hidup yang dijalani para pemangku kebijakan, serta makin banyaknya penyakit sosial gaya baru yang bermunculan, tidak kemudian kita memilih berkaca dan larut pada mereka. Sekalipun itu tidaklah mudah, tetapi semua masih terdapat tiket kemungkinan yang tak akan pernah habis.


Barangkali, pelan-pelan kita dapat menginventarisir problem dan potensi solutif secara berkala. Semoga, bukan malah menambah titik-titik keriuhan dan kebobrokan.



***Cilacap, 5 Juni 2021.


Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-