Menghela nafas di tengah kegamangan, agaknya menjadi tema sentral dalam menapaki waktu akhir-akhir ini. Andaian atas "kegamangan", memberi sinyal tersendiri bagi pegangan yang beranjak tak adekuat.
Mencari ulang yang adekuat itu, bukanlah hal yang ringan. Apalagi alih-alih menemukan yang dituju, kadangkala yang ditemukan justru distraksi baru. Entah kenikmatan yang sama sekali baru, atau tujuan lama yang bersemi kembali.
Situasi gamang, kerap lebih membahayakan jika dibiarkan. Semacam gusar yang menggelayut diam, lambat laun meledak tak tentu tempat dan kapan. Barangkali, sesekali kita menjumpainya dalam rasa lelah tak berujung disaat istirahat sudah dirasa cukup. Juga rasa yang tak semenarik biasanya, lebih ke hambar.
Pencarian tidak ringan atas yang adekuat itu, kerapkali membingungkan pertautan isi hati dan kepala. Dilema tak berujung, pun kerumitan yang terlampau kompleks. Akibatnya, komplikasi hubungan jiwa dan raga menjadi kabut penutup.
Berjuang untuk keluar dari zona gelap gulita itu, sepertinya hanya laku spekulatif yang sementara ini optimal. Dalam artian, memotong lingkaran tapal batas kungkungan labirin kegamangan.
Namun, terdapat pilihan untuk misalnya tidak ber-laku spekulatif itu; memilih menikmati dan menyelami kegamangan, mungkin semacam perjudian baru. Seperti bertindak alamiah menyusuri keapadanyaan ritme dan tempo, mengalami evolusi kebosanan, kebingungan, stagnasi, hingga yang disebut sebagai kegamangan berkenalan kembali dengan kejelasan, renaissance.
Syahdan, apapun saja mesti diuji cobakan demi melihat sejauhmana X&Y, berirama. Sekurang-kurangnya, dapat memberikan penamaan baru untuk tiap-tiap variabel. Mana yang sekadar lamunan, mana yang benar-benar signifikan.
***Banyumas, 5 Oktober 2021.
Comments
Post a Comment