Skip to main content

Posts

Mengalami Diri (3)

Bulan pun berganti, beberapa babagan hidup mengalami perkembangan. Ada yang berkembang memburuk, terdapat pula perkembangan membaik, pun didalamnya masih ada yang "krasan" mengalami pengulangan.  Sebagai pelaku dari masing-masing episodenya, manusia kadangkala memilih mengelak dari apapun saja yang menjadi senyatanya. Barangkali, alamiahnya, kalau-kalau mengakui seapadanya yang nyata, kerapkali menyiksa batin pelakunya itu sendiri. Konsep atas "naik-turun", suasana hati memang sangat mudah untuk diterima sebagai konsep an sich. Namun, harus diakui bersama, bahwa mengalaminya secara "tak berjarak", merupakan wujud pergandengan antara penderitaan, sekaligus kenikmatan tersendiri, yang benar-benar teramat privat dan sunyi. Pancang jalan atas titik-titik pengalaman, menjadi salah satu kajian menarik bagi para pegiat fenomenologis. Hingga, betapa berharganya arsip-arsip berbentuk ingatan itu, dimediakan keranah metodologis. Sebab, premisnya sederhana; yang memb...

Mengalami Diri (2)

Untuk sampai pada titik sadar dalam menjalani hidup, nyatanya bukanlah hal yang mudah. Manusia diterpa oleh keadaan yang ragam tekanannya, kemudian rela menerpa dirinya sendiri, demi pertumbuhan batin beserta lahiriyahnya. Ketika manusia sadar atas hidupnya, pelan-pelan ia akan secara alamiah untuk sadar pula akan apa yang dimaksud dengan kesungguhan hidup. Misalnya, dari mana ia ada dan akan kemana ia ada.  Apakah tentang perjanjian eksistensial dengan Tuhannya, apakah perihal berbalas budi kepada ibu-bapaknya, apakah tentang bagaimana menjalin relasi dengan teman sebaya, tentang menemukan kekasih idamannya, atau sekedar menjaga alam nabati dan tata krama dengan hewan, pun pada makhluk ghoib seperti jin dan malaikat? Agaknya, segala jenis yang manusia ketahui, tidak kemudian mereka benar-benar pahami. Bahkan, untuk sampai pada level "bahwa ia paham atas apa yang tak ia pahami", padahal ia sebagai dirinya sendiri, tengah mengalami. Syahdan, barangkali kiat arif menghadapi dir...

(17) Lewat Halaman Hati

teramat banyak, kata tak terucap. apalagi, sekadar tatap mata menetap hingga kesedihan mendalam, kerap ku simpan. hanya karena, takut engkau larut sebegininya garis Tuhan menggayung seisi jiwa. sesekali, berkabung sekilas tersanjung air mata menetes, tak berarti ada sesal disini. hati ini barangkali, tak ada arti di beri. untuk menjadi tanpa sia-sia hening pada dada, menetes tangis. tersampai,  dalam-dalam ***Banyumas, 26 Februari 2021.

(16) Lewat Halaman Hati

masih melantun di tanya. membelenggu,  diantara titik-titiknya aku masih merindui-Nya, perihal terjadi, atas nama apa saja perasaan meronta-ronta pikiran mengulasnya terbang ke ufuk sana mengerti, tapi tak bertepi menanti namun lagi-lagi kembali ditempat ini, dahulu ku jajaki mimpi apapun itu, ku lalui mengapa kembali, bila permulaan sudah menjeruji kenapa begini, mengarti jatuh di sunyi nafasku menanti. keteguhan hati, mengarungi disini, lemah berbisik. disini, lelah mengusik demi abadi, sorot mata melukis nurani ***Banyumas, 25 Februari 2021.

(15) Lewat Halaman Hati

aku terbunuh,  diantara kita. tersisih,  ke belukar dada mereka,  berbiasa. mengapa,  disini berbeda apakah perihal luka, liang duka yang belum kering sepenuhnya lagi, ku coba isi. lanskap nafasnya,  di hati atas nama cinta tak bertepi, kuasa belum terjadi. berpihak,  ke janji ***Banyumas, 24 Februari 2021.

(14) Lewat Halaman Hati

ketika wajah merpati terbang, ia menatapnya diam. menghujam di malam, tanpa kaitan rembulan jangan salahkan ia, tak menolehmu di angan. merpati tumbuh, tak hirau belaian namun sayangkan, ia di kelaparan. tapi sayangkan, berkepak tak seimbang ***Banyumas, 22 Februari 2021.

(13) Lewat Halaman Hati

sungai-sungai disana, masih bersantai gemuruh. ikan tak kelihatan, memisah gaduh anggun daun pisang, tenang. tak ada lagi, sorak-sorai kelam dari mana,  terbitnya gelap. kemana, hadirnya terang yang hadir di penampakan, yang luput ke penantian. warnaku, jauh panggang dari arang ***Banyumas, 22 Februari 2021.

(8) Lewat Halaman Hati

terurai, satu demi satu gelapnya. menepi, sampai disini apapun saja, bukan kita pelakunya. kau, lebih dari sekadar batasan pilu semestinya, memang bukan aku kan? ucapmu parasmu,  menipu. menjatuhkannya, ke liang temaram  ***Banyumas, 21 Februari 2021.

(23) Lagi ngapain;

siapapun saja pasti mengakuinya. Tutur lembut dari wajahnya, menjangkit di hati   siapapun saja pasti mengakuinya. Kekhasan jiwa lugu, terpaku di khusyuk   siapapun saja, pasti mengakuinya. seperti pekat disini, mengikat tak bersyarat   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

(6) Lewat Halaman Hati

berhari mengalami, nihil dari sini. nihil dari apa,  garisnya   kelapangan,  menjadi delusi. apa artinya menjadi,  ini itu apa saja   terengah, lewat kapar sesak. kemana,  ia   atas nama hidup seluruhnya, sungguh dekat di gamang. asa,  kuasa   ***Banyumas, 16 Februari 2021

Menemui Diri (2)

Pada saat-saat dimana kejujuran menjadi barang mahal, kadangkala kita terpaksa berkompromi dengan kobohongan. Korupsi terus menerus ada, penipuan berkedok hadiah pun masih kerap sama-sama kita jumpai, etc. Mungkin, tidak banyak kebohongan yang kita lakukan terhadap orang lain, pun tidak pula menjamur kebohongan yang dilakukan orang lain terhadap kita. Akan tetapi sadarkah, bahwa sangat mungkin kebohongan itu justru lebih banyak kita suguhkan kepada diri sendiri? Berusaha untuk bertindak jujur, terutama kepada diri sendiri, bukanlah perkara yang sederhana. Acapkali, kita tersiksa oleh karena itu semua. Bahkan, rela melakukannya sekedar demi mengamankan yang tak semestinya diamankan. Melakukan satu kebohongan, akan diikuti oleh kebohongan berikutnya. Begitu juga sebaliknya; bertindak jujur pasti akan menuai kejujuran berikutnya. Begitulah, prinsip kausalitas yang berlaku. Meskipun lagi-lagi, butuh pembiasaan untuk merealisasikannya. Syahdan, jalan terjal menemui diri, tidak selamanya sed...

Menemui Diri (1)

Februari 2021 sudah nyaris berlalu, beberapa resolusi yang dicatat, pelan-pelan terlaksana. Barangkali, tak sepenuhnya maksimal menjadi hasil, tetapi itu kita sama-sama mengerti, bahwa keberanian menjalani, adalah kemewahan hidup tersendiri. Ditengah pandemi yang kondisinya tetap mengalami naik-turun ini, pasti membuat perasaan kita mengikuti. Senang karena keluarga kita masih sehat, sedih sebab aktifitas masih terbatasi. Bersyukur pada saat-saat seperti ini, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Dari situasi seperti sekarang ini, dimana lalu lintas digital pesat berjalan, seringkali kita kemudian larut didalamnya. Fitur dan media sosial menjamur, pertukaran informasi tak terbendung, siapapun berhak berbagi melalui akun pribadinya masing-masing. Larut didalamnya, adalah kewajaran, tetapi memilih untuk tidak larut, juga adalah kewajaran. Memilih untuk tidak larut dalam media sosial, tidak kemudian kita akan kehilangan teman, relasi, pamor, dan lain sebagainya. Justru, diri kita sanga...

(5) Lewat Halaman Hati

banyak yang harus kita redam dalam-dalam. terlebih, bila bukan yang tertepat untuk di singkap aku masih tercecer diantaranya. sekalipun,  hanya secuil kail sementara, kita masih meraba. atas arah,   melambung rekah atas gundah kau cukupkan. aku, pun ini bukan ego siapa bagaimana. hanya keyakinan, pasti keyakinan ***Banyumas, 13 Februari 2021.

(21) Lagi ngapain;

aku masih menyimpanmu, di sela tangga lagu. bernyanyi lirih, bersama abu aku hendak kemana, wajahmu ada disana. pada riuh sabda langit, mengulik meta selamat atas kita, garis waktu milik-Nya. mengusir fana, menjahit cinta ***Banyumas, 13 Februari 2021.