Februari 2021 sudah nyaris berlalu, beberapa resolusi yang dicatat, pelan-pelan terlaksana. Barangkali, tak sepenuhnya maksimal menjadi hasil, tetapi itu kita sama-sama mengerti, bahwa keberanian menjalani, adalah kemewahan hidup tersendiri.
Ditengah pandemi yang kondisinya tetap mengalami naik-turun ini, pasti membuat perasaan kita mengikuti. Senang karena keluarga kita masih sehat, sedih sebab aktifitas masih terbatasi. Bersyukur pada saat-saat seperti ini, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Dari situasi seperti sekarang ini, dimana lalu lintas digital pesat berjalan, seringkali kita kemudian larut didalamnya. Fitur dan media sosial menjamur, pertukaran informasi tak terbendung, siapapun berhak berbagi melalui akun pribadinya masing-masing. Larut didalamnya, adalah kewajaran, tetapi memilih untuk tidak larut, juga adalah kewajaran.
Memilih untuk tidak larut dalam media sosial, tidak kemudian kita akan kehilangan teman, relasi, pamor, dan lain sebagainya. Justru, diri kita sangat berhak untuk rehat, mengambil jarak dari keramaian, menepi sejenak dari hiruk-pikuknya, dan menyendiri demi memberi ruang untuk diri sendiri.
Adakalanya memang kesendirian itu menaktukan, namun ada saatnya pula, kesendirian merupakan kesempatan besar, untuk mengambil nafas dalam-dalam, untuk kemudian dapat menjalankan aktifitas dengan lebih berkualitas. Tentu, kualitas disini sangat subjektif, tetapi setidaknya, kita menjadi lebih bisa jujur kepada diri sendiri, atas mana yang prioritas dan mana yang sekedar rutinitas.
Kesendirian bukanlah memutus hubungan, tetapi mengatur hubungan agar hari ini dan kedepannya, kekeliruan akan lebih bisa dihindari, yang otomatis kualitasnya pelan-pelan bertumbuh dan meningkat.
Mengambil jarak dari keramaian digital, merupakan kesempatan potensial untuk kembali menemui diri sendiri. Barangkali, selama ini kita lebih sering memperhatikan orang lain, dan lupa untuk memperhatikan diri sendiri. Kita, kerap dengan mudah mencintai orang lain, sedangkan lupa cara mencintai diri sendiri.
Syahdan, menemui diri memang tidak selamanya mudah, apalagi jika kemudian ego masih menguasai secara penuh. Maka, berikanlah ruang untuk nurani, untuk juga ikut berbicara. Dengarkanlah ego, rasakanlah nurani, terimalah apapun saja, seapadanya yang mereka katakan. Dari sana, kita bisa menimbangnya, mana yang benar-benar dibutuhkan, dan yang sekedar keinginan.
Temuilah diri kita sendiri, terimalah apa adanya, berikanlah maaf, karena pasti selama ini ia banyak keliru dalam bertindak. Dan jangan lupa, untuk berterimakasih pula kepadanya, sebab selama ini, ia pun telah banyak berlaku benar dan baik. Selamat, atas kejujuran yang selama ini, sama-sama kita perjuangkan.
***Banyumas, 15 Februari 2021.
Comments
Post a Comment