Dalam rentetan perjalanan hidup manusia, banyak terdapat jejak-jejak kesamaan, sekaligus perbedaan. Misalnya, kebutuhan biologis atas lapar, sama-sama bertujuan demi memenuhi kebutuhan sel-sel tubuh. Sedang perbedaannya, ada pada preferensi menunya.
Dalam rangka melanjutkan tanggungan berbagai "masalah" yang manusia hadapi pun, mengandung kesamaan, yang pada akhirnya pun, terkandung perbedaan. Dari persamaan dan perbedaan "sederhana" inilah, muncul berbagai "masalah" berikutnya.
Kecenderungan manusia untuk memilih kesamaan dari pada perbedaan, telah banyak dibuktikan oleh para ilmuwan. Tentu, dengan titik tekan, sekaligus dengan menggunakan peta ulasan yang beragam. Meski begitu, kodrat "unik" dalam diri manusia, tetap saja tidak bisa dinafikan. Baik sebatas konteks dan teks, maupun historisitas latar belakangnya.
Ditengah "kesunyian" yang mau tidak mau dijalani oleh tiap-tiap manusia (sekalipun ia tengah berada di khalayak ramai), negasi atas kodrat sunyi, tidaklah mungkin terjadi. Disinilah, letak kepemilikan penuh atas "regulasi kebatinan", menjadi sentra primer.
Definisi atas regulasi kebatinan, memuat arti; kekuatan penuh bidang kendali atas segala realitas maupun idealitas yang eksis. Sedang, fungsi pragmatik dari regulasi kebatinan, sanggup menembus ruang-ruang privat kedirian manusia, sekalipun pasti tidak mampu men-cover sepenuhnya.
Syahdan, kehendak hampir selalu menuai kenaikan dan penurunan, dari yang ekspetatif, sampai kepasrahan atas ketidakberdayaan jiwa dan raga, atas apa-apa yang dikehendaki tersebut.
Meski begitu, manusia akan selalu arogan atas kemampuan dan ketidakmampuannya. Manusia akan terus membatasi diri, menolak segala nilai asing yang hadir didepannya. Namun, hal tersebut agaknya kurang laku dalam logika pasar manusia-manusia bernyawa kepasrahan.
***Purwokerto, 18 Oktober 2020.
Comments
Post a Comment