Skip to main content

Posts

Initial Noting: Menahan Bawaan.

Setelah menempuh satu setengah jam perjalanan, sampailah saya di Yogya. Tepat jam sembilan malam, saya bertolak dari Solo, usai menyantap secangkir kopi hitam di kedai, tempat persembunyian saya sementara ini. Di Yogya, saya langsung meneduh di tempat nongkrong mahasiswa, namanya Basa Basi. Ditempat itulah, saya menemui kawan-kawan yang tak asing dibenak. Mereka adalah sahabat terdekat. Mereka itu, mantan santri ponpes masyhur. Seperti biasanya, kita ngoming ngalor-ngidul, ngetan-ngulon, kiwe-tengen. Dari mulai bisnis, sampai perkara kamar. Semuanya kita omongkan, secara seksama dan dalam tempo yang cukup lama. Lebih kurang, omong-omongan itu kita mulai jam setengah sebelas, sampai jam setengah tiga. Kunjungan saya ke Yogya, adalah yang kesekian kali. Namun, saya tidak bisa memungkiri, bahwasanya keistimewaan Yogya, selalu menyita perhatian dan perakalan saya. Perhatian dan perakalan itu, terarah kepada sahabat-sahabat saya disini. Lelaku mereka, menunjukkan kemarahan ...

Jejak Yogya (20)

Selebihnya, aku kembalikan kepada yang Maha. Apapun itu, akan aku terima apa adanya. Bagaimanapun itu, akan aku jadikan sebagai harumnya bunga. Duhai Cahaya... Sang surya, telah mengintip dari arah sana. Menyambut pagimu, membersamai lelahmu. Duhai Cahaya... Langit di Yogya, teramat jelas sorotnya. Angin disini, membelai suasana yang mendebarkan jiwa. Duhai Cahaya... Semoga, yang terbaik akan terus bersanding dengan yang terindah. Semoga, apa yang menjadi satu persatu mimpi, perlahan akan terlunasi. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (19)

Duhai Cahaya... DNA-ku, kini teraliri senyummu. Engahku, kini terbius tatapmu. Semua, alamiah jalannya. Seolah, tak terperikan indahnya. Duhai Cahaya... Semesta, kini tergugah oleh gundahku. Larut ke dalam cemasku. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020 .

Jejak Yogya (18)

Duhai Cahaya... Bukan kemauanku mengusikmu. Hanya saja, aku tak sanggup menahan tanya di dada. Tentangmu, yang masih menyimpan simpul itu. Padamu, yang masih merapat jawab mohonku. Duhai Cahaya... Resahku tak mampu ku bendung. Rindunya terurai menggulung. Membekuk peluk. Meluruhkan beluk. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (16)

Duhai Cahaya... Tak maksudku mengganggumu. Tak niatku memberatkan langkahmu. Hanya saja, diri tak sanggup menghindari. Pada apa-apa yang menyelinap di benak. Tentangmu, Cahaya. Tentang pijak yang ingin sekali aku gapai bersamamu. Perihal jejak ini, yang berulangkali memaksa semesta. Wallohu a'lam . Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (15)

Duhai Cahaya... Alam bawah sadarku tak hentinya berbicara. Jemariku tak sadarnya terus menggerutu. Nafasku tak letihnya mengelupas. Padamu, yang tak berkilas nan menegas. Padamu, yang selalu ada di tiap hela. Padamu, yang tak lekang oleh angan-angan. Duhai Cahaya... Mengertikah engkau, akan semua hal yang telah terjadi ini? Sadarkah engkau, akan tiap-tiap shubuh yang mengeluh? Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (14)

Duhai Cahaya... Batinku berdenyut bahagia. Tahukah engkau, apa yang sebenarnya ia katakan? Duhai Cahaya... Batinku berdenyut wajahmu. Batinku berdetak senyummu. Batinku bernafas tatapmu. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (13)

Duhai Cahaya... Aku melihat disana, terdapat sepasang yang tengah bahagia. Mereka merajut asa, menyingkirkan segala gulana. Duhai Cahaya... Bukanku iri padanya. Hanya saja, angin di Yogya ini, acapkali menggoda. Bisiknya, membising telinga. Duhai Cahaya... Akankah kita akan menyusulnya. Menyusul kata bersama, merangkai suka duka. Menjemput cita nan cinta, yang kini sedang merekah mesra. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (12)

Duhai Cahaya.. Disini, aku ingin sekali menyapamu.  Membersamai tiap-tiap jejakmu. Menemanimu, dalam jengkal jalanmu. Duhai Cahaya... Inginku memeluk hatimu. Selalu mendampingimu, disetiap engahmu. Duhai Cahaya..  Aku yakin, hati kita akan mampu menempuh peliknya kemarau.  Hati kita jua, akan sanggup menghalau pedihnya badai. Wallohu a'lam . Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (11)

Duhai Cahaya... Bangunlah... Bangunlah mimpi-mimpi itu bersamaku. Bangunlah singgasana jiwa itu bersamaku. Tepikanlah Cahaya... Tepikanlah keraguanmu itu. Tepikanlah seluruh keraguanmu, pada ilahi yang menyaji. Karena disana, ada jiwaku yang menantinya. Duhai Cahaya..  Kemarilah... Sebab rumah yang engkau tuju sebagai kepulangan, sudah aku siapkan. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (10)

Apabila tanpamu aku hanyalah angin lalu di Surakarta.  Maka, ijinkanlah seisi jiwa ini, menagih ulang putihnya janji. Engkau tau, betapa ringkihnya hati yang luput dari ilahi.  Betapa semuanya hilang, nan berserakan.  Tapi, jikalau lipatan kertas itu tak kau sodorkan.  Apa jadinya imaji? Namun Cahaya... Seandainya semua mampu terjadi. Akan aku jadikan engkau permaisuri, pada pekatnya sanubari. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (9)

Kemudian, detak pun menghitung detiknya. Menuju pagi yang tak bisa di ingkari. Menanti jawab, ditengah penggalan jalanan. Sampai nanti, akankah aku temui sang bunga hati.  Yang nantinya, satu persatu kelopaknya, sanggup membersamai. Adakah, permintaan hati yang serumit ini? Diantara pelik, menukik sampai ke seluruh ruang titik? Apakah ada yang lebih berbahaya, dari menanti jawaban hati? Sedang, aku pun tak pernah mengerti, apa dan bagaimana hati, yang menyembah janji. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (8)

Selebihnya, biarlah semesta yang bekerja. Walaupun terlihat jelas, bahwa semuanya bertaruh diatas meja tanda tanya.  Bunga pucuk merah disisi kananku ini, diam-diam memperhatikan, perihal gundah jiwa yang terkelupas dikeningku. Katanya, tak usah lah kau resahkan semuanya.  Sesekali, cangkir-cangkir kopi didepanku, menyapa mesra. Mereka mungkin melihat, makna dibalik sorot mata yang kelelahan. Oleh karena kenang, yang menyesak linang. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 27 Januari 2020.

Jejak Yogya (7)

Disini, di kota istimewa ini. Aku masih menerka jawab hatimu.  Apakah pagi esok, engkau akan bersamaku, atau sekadar menjadi bunga rampai kesejarahanku. Kekalutan dalam diri ini, jelas tak bisa aku pungkiri lagi. Keramaian disini, nyatanya hanya delusi. Menertawai, sekujur jiwa yang sesak oleh larutnya mimpi-mimpi. Jiwa tak tahan menahan, raga memberontak telak. Mata membuta, telinga menuli. Sedang bunyi, diam-diam sembunyi. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 26 Januari 2020.

Jejak Yogya (6)

Cahaya, apakah engkau tau? Kalau malam ini, ternyata bintang-bintang tak nampak banyak? Aku sendiri, sebenarnya tidak tau, sebab kenapa mereka begitu. Hanya saja, sesaat setelah pengunjung kedai disini pergi, semesta kemudian berbisik padaku. Bahwa, bintang-bintang itu, tersita oleh relung hatimu yang tengah menengadah, tentang sua yang aku nantikan adanya. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 26 Januari 2020.

Jejak Yogya (5)

Dibawah langit Yogya, selalu saja aku mendengar kisah kita. Entah itu yang remeh, sampai hal-hal yang membuat kita sesekali meleleh. Aku percaya, jika suatu saat nanti, kita akan sama-sama mampu beranjak. Dari kesemuan, menuju kesempurnaan. Dari kesunyian, menuju keriangan. Pernah Cahaya mengingat, rentang jalan yang telah ditapaki? Jika belum, aku ingin memberitaumu. Bahwa disana, sempat terjadi obrolan diantara batin kita. Sebuah obrolan, yang tak terdengar oleh telinga. Yang tak terlihat oleh mata. Namun, jelas nyata keberadaannya. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 26 Januari 2020.

Jejak Yogya (4)

Malam ini, sampailah aku di Yogya.  Tempat, dan tepat, dimana Cahaya berada. Ruang dimana Cahaya meniti cita. Sudut dimana Cahaya, menjemput gelapnya. Disini, kesan istimewa nampak jelas terasa. Apalagi, esok kita akan bersua. Membersama, menikmati riuh rendahnya mimpi-mimpi. Kita, adalah bagian dari pelangi semesta. Aspek dari keindahan semesta. Sepercik kisah dari kesunyian dunia. Jejak Yogya, tak lagi menjadi jejakmu saja. Sebab, aku ingin selalu berada, dalam relungmu Cahaya. Wallohu a'lam. Yogyakarta, 26 Januari 2020.

Menengadah Lupa

Jika diantara kita, hanyalah aku, maka tidaklah apa-apa. Engkau tak perlu risau dengan semuanya. Terutama, tentang bagaimana hati ini untuk melupa. Mungkin, ini belum waktunya seluruhnya bersandar. Tapi, aku percaya, bahwa cinta akan menumbuhkan Cahayanya. Walaupun, tetap saja. Diri ini harus berjuang, menengadah dan memohon untuk satu persatu di hempaskan. Wallohu a’lam. Sukoharjo, 24 Januari 2020.

Jejak Yogya (3)

Malam ini, tetap aku putuskan untuk melangkah ke Yogya. Walaupun resah, jelas berbaur dengan gundah. Walaupun mungkin disana, tak aku temui wajahmu yang merekah. Seminimal-minimalnya, dapat aku temui, semua rentang yang sempat kita sama-sama kenang. Wallohu a’lam. Sukoharjo, 24 Januari 2020.