Laku pengulangan pada behavior, "hampir" selalu memberi akibat yang unik. Keunikannya beragam, bisa persis atau mirip satu dengan yang lainnya, namun bisa pula berbeda sama sekali.
Menilik pada laku manusia yang beragam jenis sebab-akibatnya, mengabstrasikan sebuah ciri yang memuat sisi adil. Dari berlaku apa, ke berlaku apa. Sekalipun, makna adil bisa saja tidak terjelaskan dalam tempo dekat dengan kejadian laku itu sendiri.
Laku berkesadaran, murni hanya dimiliki oleh manusia. Kemampuan yang sangat unik, untuk tidak mengatakan lebih. Sebab, makhluk berkesadaran, memiliki modalitas dan potensialitas yang muatannya berkisar antara faedah-unfaedah. Tanpa kesadaran, tak ada pahlawan. Tanpa kesadaran pula, mustahil ada penjajah.
Berkesadaran akan laku dan sebab-akibatnya, membuat si pemilik sadar ini dapat memihak kemana arah haluannya, akan ke kanan kah atau ke kiri kah. Sekalipun, kesadaran yang benar-benar sadar, hanya sangat sedikit persen berlaku.
Pilihan akan laku apa dan bagaimana kedepannya, kesadaran memegang jawabannya. Ia mengikat "dialektis" antara dorongan bawah sadar, dengan sadarnya sadar. Ini berlaku sepanjang hayat, mau tidak mau.
Syahdan, keunikan manusia sebagai pemilik kesadaran, yang melingkar didalamnya laku dan sebab-akibat, adalah kemampuan memilih dan memilah. Sebagai buktinya, kita sama-sama menyaksikan, mana manusia yang termasuk kategori gagal, dan mana manusia yang berkategori berhasil. Tentu, makna gagal dan berhasilnya, dikungkung oleh kacamata alam privat masing-masing.
Mungkin, kegagalan dan keberhasilan sebuah peradaban, sangat ditentukan oleh kejernihan kesadaran manusia, dalam hal mengidentifikasi mana yang konotasi mana yang denotasi, mana yang primer mana yang sekunder, dan barangkali, kita kerapkali kelimpungan berkesadaran laku semacam itu.
***Purwokerto, 5 September 2020.
Comments
Post a Comment