Skip to main content

Repihan Post-Truth Era

Ada banyak hal, yang kemudian perlu dicecar kembali, untuk sampai pada pengandaian yang lebih presisi. Upaya semacam ini, akan dengan sendirinya, mempertegas banyak hal.


Ditengah kuadran bidang yang masih kosong, ada puncak capai yang telah disodor. Mereka pasti bertanya, apa-bagaimana-kapan, siapa yang terlibat.


Sebenarnya, yang dibutuhkan dari perjalanan adalah pegangan. Indikatornya berjiwa nyaman, sekalipun sangat mungkin untuk menjebak; bias kognitif.


Nietzsche telah bersuara; manusia memegang hal yang ia anggap sebagai nyaman, sekalipun itu belum pasti benarnya. Demikian, salah satu akar psikologis post-truth.


Syahdan, disinilah urgensitas mempertanyakan ulang atas peran; menyangsikan yang terpapar dimeja, mengunyahnya tanpa terburu untuk menelannya.


Tidak mudah soal ini, sesekali memberi fokus justru berjumpa dengan distraksi. Maka, tidak ada pilihan lain dari memotong kegamangan selain dengan kembali menemukan, hal-hal yang menjadi garis-garis kepedulian. 


Biasanya, orang-orang menyebutnya dengan, panggilan jiwa. Walaupun, paham postmo tidak menempatkan objektifitas sebagai barang paten. Semua, mengalir beradaptasi dengan kompleksitas.


Pada akhirnya, mengatur apa-apa yang mesti di ingat, dan mengatur apa-apa yang mesti dilupakan, bukan persoalan yang ringan. 


Sekalipun, kita sama-sama punya orientasi, agar titik flow, berarus di ruang yang presisi, tetap saja arus panas imajiner, dan arus dingin logis, kerap tak berjalan komplementer; seimbang butuh jam terbang.


***Purwokerto, 11 Januari 2021.




Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-