Skip to main content

Manusia Manusia Semacammu (8)

Hampir selalu ada kerangka pekat, yang tak mampu di cerna oleh nalar. Sejenis puzzle, namun tak berwajah runtut. Mirip dengan silogisme, tetapi absen dari konklusi. 


Beberapa manusia, kami yakin sempat menjadikan hal tersebut titik tekan permenungannya. Adalah mengenai pertanyaan yang dimunculkannya, disusul dengan jawaban yang disertakannya. 


Sekalipun pertanyaan itu tidaklah hidup sebagai anima, tetapi ia tidaklah mati sebagai anima pula. Pertanyaan hidup sebagai karpet merah manusia, menjembatani apa saja yang menurutnya mampu memberi pengantar menuju jawabannya. Sesekali, pertanyaan sekadar bertahan dalam kutat struktur kepala penggunanya.


Dari sekian banyak hologram alam yang berkelindan di jagat ini, mesti kami temui pelbagai bentuk dan sifat yang mencolok jiwa. Kepala-kepala berisi gelisah, yang lain dari pada yang lain. Guratan-guratan wajah yang sama sekali berbeda, dari satu dengan tatap ke pandang berikutnya.


Sementara kami terkecoh akan fatamorgana alam, mereka-mereka yang berjenis sama namun berbeda, terus melanjutkan jalannya sendiri. Seperti tak terhubung, namun sekaligus menaruh benang sambung yang tarik-menarik.


Sejauh ini, kami tidak menyadari apa dan bagaimana mereka bertumbuh. Kapan mereka berkembang, dimana mereka inkubasi, dan kenapa mereka sebegitu lain berbeda. 


Yang pada akhirnya, kami menyerah dengan sinyalemen dari bawah sadar, bahwa mereka-mereka itu memiliki kosmosnya sendiri.


Mereka hidup, seolah tak butuh unsur mekanis persepsi society. Mereka, semacam tak bersedia menerima mekanis covert dari sesamanya. 


Dan kami, akhirnya bersimpul sederhana, bahwa mereka lahir dan berkembang biak, semata-mata untuk membersamai manusia manusia semacammu, tanpa peduli dengan mutual-kalkulatif.


***Solo, 10 Agustus 2020.


Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-