Skip to main content

Posts

Januari, 2020.

Januari, 2020. -Antara Solo-Yogya. Pada akhirnya, aku harus mengungkap berjuta pendaman rindu. Sebuah cinta yang tersemai sejak dulu, yang telah terlewat sekian malam, dan sempat terlampaui larut bersama kalut. Saat itu, aku langsung memintanya, untuk bertemu. Namun, dirinya tidak berkenan. Sebab, saat aku memilih hari, saat itu juga dirinya sudah berjanjian dengan rekannya. Kemudian, aku mengirimkannya pesan, bahwa aku akan menelponnya. Akan tetapi waktu itu, aku tertidur pulas, ditengah kondisi badan yang belum sepenuhnya lekas. Sesaat setelah mata terbuka, saat itulah aku mulai merangkai kata dalam senyap. Satu persatu kalimat aku susun, sebagai permulaan perbicangan.  Sampailah pada sebuah tulisan, yang mengangkat tema tentang pengungkapan perasaan.  "Aku sebenarnya kesulitan membahasakan dengan sempurna, pada intinya, aku sudah menaruh cinta padamu sejak 2014, namun karena berbagai hal, kemudian aku putuskan untuk memendam dan melenyapkan perasa...
Terseok-seok dalam Luka (Sebuah Perjalanan mengurai ketidakpastian) Perjalanan pada Rentang 2014-2020. "Bukan maksudku mengais kembali luka itu, hanya saja dalam hati terdalamku kini, ternyata masih ada namamu, Cahayaku." -Berawal dari September, 2014. Sebenarnya, kata hati selalu mengatakan, bahwa cinta dan rindu adalah candu yang perlahan membodohi diri.  Kemudian, pikiran pun mengafirmasi, bahwa cinta dan rindu itu menghambatmu meraih prestasi yang selama ini engkau ingini. Aku pernah melukai, dan sempat pula terluka oleh sebuah makhluk bernama cinta. Akan tetapi, pertimbangan perasaan dan pikiran itu, enyah dan lenyap begitu saja, saat aku melihatmu dari balik punggung teman-temanku. Aku adalah orang yang tidak sepakat dengan cinta pada pandangan pertama. Karena bagiku, cinta itu tumbuh secara perlahan, menyisir sedikit demi sedikit menuju relung terdalam. Saat melihatmu pada saat itu, aku sendiri tidak tahu persis akan apa yang terpikirkan da...

Enyah

Kini, apa-apa yang telah aku siapkan berbuah percuma. Rasa kecewa jelas tak terperikan, sesaat setelah engkau menjawab perihal cinta. Aku yang dengan segenap kesungguhan, mengunjungi kota dimana engkau tinggal sekarang. Di Kota itulah, aku sematkan cahaya didalam rongga dada. Disana, kita memutuskan untuk bertemu.  Tepatnya, di ruang perpustakaan lantai satu kampusmu. Dari halaman parkiran, aku melihatmu dari kejauhan.  Dari situ, kita berjalan menuju tempat yang akan kita jadikan sebagai ruang obrolan. Ruang obrolan disana, nampak berbunga. Mungkin karena aku melihat, engkau yang sedang manis-manisnya. Di ruang tersebutlah, kita sama-sama berbagi tawa, suka nan duka. Kita sama-sama bercerita, tentang masa akan, sampai masa silam. Namun, canda dan tawa itu sekejap senyap. Sesaat setelah engkau berbicara tentang pilihan hati. Sebab, didalam pilihan hatimu, ternyata namaku telah engkau enyahkan sebagai angin lalu. Wallohu a'lam. Suk...

Mengenangmu

Saat orang-orang disekitarku tengah menggerutu tentang masa lalu, disitu aku lebih memilih untuk memupuk rasa kepadamu. Saat orang-orang disekitarku sedang terlelap nyenyak, disitu aku lebih berkehendak untuk menyalakan api rindu. Saat orang-orang disekitarku sibuk akan rutinitas hariannya, disitu aku lebih memilih untuk menyirami bunga hati yang tengah mekar oleh senyummu. Namun, sesaat setelah orang-orang berlabuh di dermaga cinta, dirimu yang aku simpan di masa yang akan datang, justru lebih memilih menutup tirai, dimana disana kita pernah diam-diam saling membagi suka nan duka. Wallohu a'lam. Sukoharjo, 27 Januari 2020 .

Jika Semesta Bertanya

Apabila semesta bertanya tentangmu. Maka tentu aku jawab, tidak semudah itu aku merelakanmu. Jika semesta menanyakan kabarmu padaku. Maka tentu aku jawab, dirinya tidaklah baik-baik saja. Bila semesta mempertanyakan sejauh apa hubungan kita. Maka tentu aku jawab, dia sedang pergi meninggalkan rasa yang sebenarnya masih ada. Wallohu a'lam . Sukoharjo, 27 Januari 2020.

Bukan Kopi Kita

Aku kira, engkau akan menjadi rumah kepulangan.  Ternyata, engkau hanyalah sekadar halte persinggahan.  Faktanya, siapapun boleh menyapamu, kapanpun itu. Sengaja, malam ini kopi hitam aku buat.  Kemudian, aku nikmati sebagian. Pekatnya, membuat sekujur tubuh mendadak menyeruak. Kehendak hati untuk tidak menghabiskannya.  Karena aku tahu, engkau pun menyukainya. Akan tetapi, apalah daya. Engkai lebih memilih untuk tidak meminumnya. Engkau lebih memilih mendiamkannya. Padahal, aku disini sudah rela membaginya.  Wallohu a'lam . Sukoharjo , 27 Januari 2020 .

Perlahan

Apapun itu, perlu dipersiapkan. Baik itu yang kita anggap hal kecil, maupun hal besar. Jika dirasa perlu, terutama untuk memudahkan menerjemahkan langkah apa yang akan diambil kedepan, maka perlu untuk kemudian menuliskannya. Berkaitan dengan langkah, masing-masing kita tentunya mengidamkan sesuatu yang terbaik dari semua yang baik. Dalam hal tersebut, jalan yang bisa memudahkan adalah berangkat dari kebutuhan, bukan sekadar keinginan. Disini, kita bisa mengidentifikasi kebutuhan. Identifikasi berarti mempertimbangkan. Kita bisa juga menamainya sebagai titik prioritas. Perihal prioritas ini, perlu kemudian kita menggunakan logika yang rasional dan kongkret. Jalan identifikasi diatas, kemudian bisa kita tempuh dengan mengutamakan yang primer, sekunder, sampai kemudian yang tersier. Bisa pula, berpijak dari yang sandang, pangan, sampai selanjutnya papan. Berpijak dari yang rasional dan kongkret, maka pelan-pelan, masing-masing dari kita, secara otomatis, akan menuai ...

Luka itu Anugerah

Masing-masing kita jelas pernah merasakan luka. Baik itu perihal cinta, cita-cita, keluarga, teman sebaya, kuliah, sekolah, pekerjaan, dan lain sebagainya. Berbicara tentang luka, semacam tidak akan ada habisnya. Sebab, sejatinya manusia diciptakan, adalah untuk di coba. Manusia yang terlahir ke dunia, memang berdasar cinta Tuhannya. Namun, cinta Tuhan itu, belum kemudian sepenuhnya, mampu untuk diterjemahkan dengan baik oleh manusianya. Semua pemahaman yang baik, memerlukan proses. Jalannya proses tersebut, tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Seperti halnya saat kita sedang makan, maka perlu berkali-kali suapan, tidak langsung sekaligus satu piring kita lahap. Luka memang sangat erat kaitannya dengan penyembuhan. Alamiahnya manusia, saat terluka, maka ia akan mencari penyembuhnya. Namun, hal yang perlu diperhatikan disini, adalah terkait proses penyembuhan itu sendiri.  Masing-masing kita, saat terluka, tentu mengidamkan sembuh seketika. Padahal, untuk...

Membersamaimu, yang tengah terengah-engah.

Pada akhirnya, masing-masing dari kita, harus berusaha sekuat tenaga, untuk menerima. Menerima adalah diksi yang mudah dikatakan dan tulisakan, namun butuh perjuangan untuk kemudian mampu dilaksanakan. Manusia memang punya kuasa, tapi itu amatlah sedikit. Kita yang berencana, Tuhan yang merestuinya. Mudah-mudahan, masing-masing dari dari kita semua, tetap mampu menempatkan sabar dan ihsan, dalam setiap jengkal nafas. Apapun, kapanpun, dan dimanapun. Sampai nanti, sampai mati. Teruslah berjalan, walau berat jelas kau rasakan. Tetaplah melangkah, walau keadaan nampak tak mendukung. Percayalah, Tuhan akan selalu membersamaimu, yang tengah terengah-engah. Wallohu a'lam . Klaten , 27 Januari 2020 .

Initial Noting: Kuda-Kuda Sambat.

Terpaksa, saya harus optimis. Walaupun perakalan dan perhatian saya, terus nggurut untuk pesimis. Saya menyadari dengan sepenuhnya, bahwa seluruh jenis pilihan, selalu ada konsekuensinya.  Jadi, kalau tidak minus ya pasti plus. Bila tidak negatif ya positif. Misal tidak yes, ya berarti no. Dan seterusnya, sampai modar. Cemas, gelisah, gundah, dan segala jenis dan macam keresahan, itu normal-normal saja. Wong saya dan kita, sama-sama punya hati, punya akal. Tapi, kalau larut, ya perlu diajukan ke konselor, psikolog, kalau perlu pak kyai setempat, untuk di refresh. Menghadapi situasi yang tidak mengenakan pada batin, manusia-manusia banyak metodenya, pun ragam approach-nya. Ada yang dzikir, ngalamun, ngopi, ngrokok, pura-pura bercanda, bikin story WA, dan seterusnya. Semua itu, boleh-boleh saja, toh tidak melanggar UUD '45, PERPU, PERDA, dan sejenisnya. Pun tidak dilarang oleh Agama. Asalkan tak kelewat batasnya. Optimisme itu memang harus, tapi juga perlu di...

Initial Noting: Pikiran Kerdil.

Tepat pada halaman ke empat puluh, saya memberhentikan diri untuk membaca karya Simbah. Secara pasti, saya tidak mengerti kenapa. Mungkin, sebab ada hal yang akan saya tuangkan, sebelum saya sruput kembali hidangan. Masih tentang Yogya yang istimewa ini, saya kemudian melanjutkan perjalanan batin, berusaha menembus batin sang Cahaya. Sebenarnya, bukanlah kewajiban, kalau-kalau saya berkunjung ke Yogya ini. Hanya saja, kurang ilok jika hal yang menjadi prioritas, kemudian di tanggalkan begitu saja. Disamping, kalau tidak ke Yogya, paling-paling saya hanya rebahan santuy di kasur. Diantara empat pasang mata sahabat saya, kemudian benak ini teringat pada beratnya keadaan didepan. Berat itu, menandai sulit, yabg berdekatan dengan tantangan dan godaan. Keadaan di umur saya saat ini, yang sudah menginjak angka dua puluh empat, semacam tekanan tersendiri, untuk saya memulai ulang perjalanan, menuju jenjang pelaminan.  Sebenaranya, ancang-ancang menuju pelaminan itu, s...