Skip to main content

Posts

Mukadimah Arah

Malam tiga puluh Dadaku bak tercelup wangi nirwana, terpeluk hati kedalam sejuknya Malam tiga puluh Bersaksi atas nama gelisah, men-jeda waktu bersanding pasrah Malam tiga puluh Terpapar wajah elegi-nya, parasmu parasmu parasnya Malam tiga puluh Menandai juni berlalu, tersapu debu debu itu  Dan, sampai pagi menyala Parasmu parasmu parasnya, menandai mukadimah-nya arah tema ***Banyumas, 1 Juli 2020.

Pusaran Relasi Absurditas (6)

Barangkali, yang sampai saat ini masih luput dari perhatian saya, dan mungkin kita semua adalah soal kelegaan menerima. Apabila kita lihat disekitar, banyak sekali terdapat kasus-kasus berat, yang sebenarnya sanggup teratasi secara tidak berat. Misalnya dari mulai pembunuhan, bunuh diri, korupsi, perampokan, kemalingan, pemerkosaan, hamil diluar nikah, narkoba, miras, perceraian, dlsb., hemat saya berakar dari ketidaklegaan batin individu terhadap realitas yang tengah dihadapinya. Pandemi yang tengah melanda sejak beberapa bulan yang lalu, bisa kita simpulkan memberi sumbangsih persoalan baru bagi dunia, untuk juga mengatakan memiliki dampak yang positif pula. Namun, tak sedikit akar soal pandemi ini, memberi pengaruh pada kasus-kasus yang sudah saya sebutkan diatas. Kembali ke term kelegaan batin, bahwa mungkin hal ini tidak kentara sebagai biang keladi kasus-kasus yang tertulis dalam riset-riset, namun itu tidak kemudian menurunkan kepercayaan saya dalam melihat persoalan secara jern...

Perempuan Cisadane (3)

Sertakan semua kesahmu pagi ini, atau kau menangis kemudian Kau manusia, tak lekang oleh luka Katamu, semua sudah berlalu sahaja Kataku, seluruhnya masih tersisa di dada Aku mengerti itu Memahami sepenuhnya, suasana rasa Kau berdiam, bersembunyi diantara keruhnya kita Sedang aku, masih mencumbui kepada Lalu, sementara tak bergumam sapa Dan kita, terlelap tanya Menunggu gulita, setiap paginya ***Purwokerto, 28 Juni 2020.

Perempuan Cisadane (2)

Bentangan jarak me-luang logika, mencari ruang benak cerita Kau disana,  aku dimana Rumit memecah cerita berlumur angka Kita sedang silang hadap Membelakangi gawai bersama, menuai curiga kedepannya Aku mengerti kondisi, kau tidak Dan diantara seluruhnya, teruntai semoga selaksa Bagaimana ini semua, kau bertanya Sedang apa kau kini, aku curiga ***Purwokerto, 28 Juni 2020.

Pusaran Relasi Absurditas (5)

Format masa depan, hampir selalu menyisakan ambiguitas yang sanggup mengernyitkan kepala. Misteri yang senantiasa melekat padanya, kadangkala bisa menaruh bias kognisi.  Kita bisa memberi tanda koma terhadap sikap, namun tidak pada waktu yang terus berjalan. Rentetan pengalaman pribadi yang terakumulasi dengan fenomenologis publik, menjadi sajian kompilasi yang serba membingungkan. Jalan terjal mungkin pernah terlalui, akan tetapi tidak semuanya sanggup memberi arti. Keharusan memiliki 'nalar belajar', nyatanya tak semudah membicarakannya. Kita kerap kelimpungan, akan hal-hal demikian. Syahdan, ketika manusia ber-sosial, tetap saja ia tengah menempuh ruang sunyinya. Walaupun secara eksistensial, ia terkoneksi dengan sekitaran.  Maka tak heran, Jung pernah membeber terkait Psychology and Religion, 1938. Yang disana, ia memberikan penegasan bahwa, jiwa manusia memiliki bawaan imanen.  Dan itulah, background terpenting dalam menempuh jalur sutra, masa keakanan. Dimana kesada...

Menuju Pagi Menyulam Sepi

Menuju pagi, tergeletak cadas ramai yang letih Buyar mimpi terkelupas lemas Menuju pagi, ragam wajah membuncah lelah Sisi lain hidup, mengulang sisa sejarah Menuju pagi, Sayup bibir sang pujanga Iramanya, melambat pekak Menuju pagi, tepian surga bias melugas Getar kaca jendela, menegur hati berkala Sampai pada akhirnya, terpisah nada-nada  Mereka, berkutat lekat penat diujung mata merampas bunga ***Cilacap, 22 Juni 2020.

Pusaran Relasi Absurditas (5)

Masa depan yang sejatinya memiliki sifat privat-personal dengan Tuhan, bukanlah hal yang sama sekali tabu. Walaupun masa depan memuat sisi yang misteri, akan tetapi kita bisa melihat disekitaran-orang terdekat, betapa banyak mata kita diperlihatkan dengan orang-orang yang dulunya menekuni bidang A, kini banting haluan ke bidang X. Dalam rangka me-waspadai kemelencengan jalur karir, maka sikap fokus adalah kuncinya. Sekalipun distraksi selalu muncul setiap hari, bahkan permenitnya. Kuda-kuda fokus memang berat, apalagi jika keadaan berubah amat cepat seperti akhir-akhir ini, yang kerap menelan format idealitas-konkret. Satu-satunya rahasia umum yang berlaku untuk menghadapi misteria masa keakanan, adalah keimanan terhadap yang Maha mengerti rahasia.  Jalan berserah, menjadi term logis, untuk tetap melangsungkan misi kekhalifahan, dengan tetap menaruh kesiapsiagaan atas nama kepastian perubahan. ***Cilacap, 21Juni 2020.

Pusaran Relasi Absurditas (4)

Frekuensi komunal, pasti selalu berakar dari koherensi tematik. Hal-hal yang berkelindan didalamnya, ada banyal hal. Utamanya, perihal hubungan. Hubungan mengandung arti keterkaitan antara dua hal atau lebih, yang bertolak dari term "saling" pragmatikal, dan atau simbiosis mutualisme. Hubungan memiliki korelasi multidimensional, yang berakar dari kesinambungan kebutuhan. Hal yang tidak kentara dari hubungan adalah frekuensi komunal sebagaimana kita singgung diatas. Frekuensi komunal menyangkut hajat hidup manusia yang terus melingkar, serta tidak akan lekang oleh warna laju tumbuh-kembang sains dan teknologi mutakhir. Dalam tataran kekinian, nampaknya kita akan terus menerus dihadapkan dengan pola umum yang berlaku. Misalnya, naik-turunnya kohesifitas sosial. Apalagi, situasi yang tengah melanda dunia, adalah pandemi. Syahdan, frekuensi komunalitas pada abad milenium ini, tengah di uji melalui fenomena media sosial, yang memberikan space kepada publik untuk berekspresi secara...

Pusaran Relasi Absurditas (3)

Arah langkah memuat dimensi tarikan dan dorongan bagi pejalannya, berangkat dari kesenangan yang terfasilitasi oleh kesempatan dan kemampuan. Sebelum sampai menentukan titik tujuannya, manusia akan selalu diributkan terlebih dahulu oleh pergolakan batinnya, dari soal sederhana yang menyejarah antara "iya" atau "tidak". Keributan atau percekcokan batin itu, mengandung unsur yang serba holistik. Dari ekspektasi sederhana, sampai yang rumit dan kompleks. Semua saling mengalahkan, dan seluruhnya mencari pembenarannya. Diantara pelbagai pilihan apa dan kemana arah langkah itu akan dituju, alamiahnya proses mental, akan membentuk format kiri dan kanannya dalam gambaran imajiner. Disanalah, struktur ideal dan real akan diuji secara berkala. Mungkin, reng-rengannya akan melaju dalam skala kecepatan cahaya. Entah berapa lama reng-rengan tersebut berlangsung, tentunya hal tersebut berlaku selama umur manusia berlangsung. Walaupun ritme yang ada, serba dinamis dan beragam tema...

Pusaran Relasi Absurditas (2)

Keluasan sikap antara satu manusia dengan manusia lainnya, biasanya tergambar dari sisi keramahannya. Orang yang dewasa, akan memilih lembut ketimbang kasar. Memilih untuk rendah hati, dari pada arogan. Pada sisi lainnya, manusia yang serba unik ini, mengalami dinamika kejiwaan yang sebenarnya sangat cepat, namun juga lamban. Cepat di asosiasikan terhadap perubahan mood, sedang lambat di asosiasikan kepada perubahan gerak. Mood dan gerak keduanya integralistik, sekalipun tak selalu kausalistik. Manusia sebagai figur peradaban, memuat sisi sunyi dalam dirinya. Seperti menyimpan rahasia diatas rahasia, semacam menyembunyikan suara ditengah jeritan jiwa. Yang nampak, tak selalu yang nyata. Sesekali, yang nyata itulah yang senyatanya. Kini kita sama-sama bisa menyaksikan, betapa arus perubahan dunia sebegitu cepatnya menggeliat, walaupun sejatinya itu tidak mengganti yang esensi. Ia tak lain hanya cover semata, ataupun kemasan an sich. Akar kesejarahan manusia tetaplah sama, ialah menggant...

Pusaran Relasi Absurditas (1)

Diantara pergolakan batin manusia, akan selalu memunculkan sebuah formula yang memetik dirinya pada ruang transformatif. Rentetan kejadian alam nyata yang terbatas, dan fenomena alam batin yang tak terbatas, memuat dialektika yang serba saling melengkapi. Terlebih, atas nama hubungan antara dirinya dengan yang Maha. Relasi manusia secara privat dengan yang Maha ini, secara awam kita sebut sebagai jalan keberagamaan ataupun jalur spiritualitas. Manusia yang selalu bersinggungan dengan relasi sosial sesama maupun alam raya, automaticly memuat nilai-nilai privat yang amat rahasia dengan yang Maha itu. Dari sana, barangkali kita akan menamainya secara sederhana, dengan sebutan dualitas identitas, yaitu identitas internal dan identitas eksternal. Yang internal itu terrepresntasi dalam imajinasinya memandang dirinya sendiri, sedang yang eksternal, memuat identitas dari arah sosial sekitarnya. Identitas yang memiliki sifat serba dinamis ini, kadangkala beraroma positif ataupun negatif dalam a...

Lebam Diri

Entah berapa lama, aku menempuh ini Jalan panjang, romansa Pada letupan sengkarut, tersimpan lebam diri menganut Mereka tak akan mengerti,  nafas lelah sang pencari Ditengah rentetan sejarah, tertegun kelam wajah kelabu Pekat menyelinap, tersisa lenyap ***Banyumas, 21 Juni 2020.

Formula Bersama

Dari kata, yang tak terlupa Dari wajah,  yang paling mengena Aku ber-dalih atas semua Mulai be-ralih menuju cita Bukan maksudku melupakan kita Namun inilah jalan tepatnya Menanti, memang melelahkan Mencari, mungkin meresahkan Maka,  bersamalah Ajakku, kepada engkau disana ***Purwokerto, 20 Juni 2020.

Wanita Pantai Utara

Ada beberapa hal, yang mungkin luput dari perhatianku Misalnya, tentang angamu dan lukamu Ada beberapa hal, yang barangkali menyeret prasangkaku Misalnya, guratan penamu dan senyum rekah bibirmu Banyak hal, sebenarnya yang aku sama sekali tidak mengerti Misalnya, perihal kita yang mungkin terjebak diantara kegaduhan dunia Tetapi, bolehkah sebenarnya, bibir ini mengucap tulus padamu, adinda Misalnya begini, "temani aku pulang menuju tempat asalmu", atau "temani aku pulang menuju tempat asalku". Namun, aku terlalu pengecut untuk mengatakan itu semua Terlebih, aku hanyalah manusia yang masih terbungkam senyapnya hasrat purba ***Purwokerto, 16 Juni 2020.

Perempuan Cisadane (1)

Ada kejenuhan yang begitu pelik,  saat aku yang harus mengalami Gundah, kerap membius hati yang bernasib sepi Pada waktu malam menjelang pagi, sapamu menggeliat nurani Berbisik tentang aku, dalam tatapan engkau Hal-hal remeh menjadi pusaka, untuk lubang bernama jiwa  Engkau, menepikan pelukan gelap Engkau, menabur benih sukma Dan hanya engkau, memerantarai pagi, atas nama hati ***Purwokerto, 16 Juni 2020.

Semestinya Kita

Ada bayang yang memadat,  di sela angin bersanding ombak Terdapat bayang yang memadat, diantara luka mengulit pekat Sepi mencekam nurani,  ketika cinta tak ubah sepi Kita semestinya berjanji, atas nama rindu melebar sunyi ***Cilacap, 15 Juni 2020.

Deru Ombak Terasa

Deru ombak terasa menawan, bila hadirmu tak sudah ditelan angan... Deru ombak terasa mencekam, jika hadirmu beranjak kesudahan... Deru ombak terasa mengekang, kala  hatimu tak lagi mengiang ***Cilacap, 15 Juni 2020.

tak ada yang lebih prasasti

Tak ada yang lebih prasasti, dari wajah bulan juni Digulungnya kenangan berakar jemari Tak ada yang lebih prasasti, dari wajah bulan juni Dikepungnya kenangan berakar janji Tak ada yang lebih prasasti, dari wajah bulan juni Diseoknya pelukmu menusuk sanubari ***Cilacap, 15 Juni 2020.

Bagaimana Tuhan

Bagaimana aku bisa melindunginya, jika diriku sendiri masih rutin melukai Bagaimana mungkin aku membahagiakan dirinya, bila diriku sendiri masih kerap mengancamnya Bagaimana lagi... Bagaimana lagi... Bagaimana lagi... Tuhan... Aku lemah tak berarti Aku hancur tak berbentuk lagi Tuhan... Tolonglah aku dan nafasku ini... ***Banyumas, 15 Juni 2020.

Kemana Lagi

Kemana lagi arah langkah mesti beranjak... Bila semua sudut menutup dirinya Bagaimana lagi rasa mesti mencari... Jika semua ruang menggigil beku  Siapa lagi mesti terluka... Andai waktu berjalan kaku Aku dan semuanya... Berpaling dari semestinya Aku dan semuanya... Berontak hati mencekam suasana ***Banyumas, 15 Juni 2020.