Arah langkah memuat dimensi tarikan dan dorongan bagi pejalannya, berangkat dari kesenangan yang terfasilitasi oleh kesempatan dan kemampuan.
Sebelum sampai menentukan titik tujuannya, manusia akan selalu diributkan terlebih dahulu oleh pergolakan batinnya, dari soal sederhana yang menyejarah antara "iya" atau "tidak".
Keributan atau percekcokan batin itu, mengandung unsur yang serba holistik. Dari ekspektasi sederhana, sampai yang rumit dan kompleks. Semua saling mengalahkan, dan seluruhnya mencari pembenarannya.
Diantara pelbagai pilihan apa dan kemana arah langkah itu akan dituju, alamiahnya proses mental, akan membentuk format kiri dan kanannya dalam gambaran imajiner. Disanalah, struktur ideal dan real akan diuji secara berkala. Mungkin, reng-rengannya akan melaju dalam skala kecepatan cahaya.
Entah berapa lama reng-rengan tersebut berlangsung, tentunya hal tersebut berlaku selama umur manusia berlangsung. Walaupun ritme yang ada, serba dinamis dan beragam tema.
Syahdan, manusia kerapkali terkecoh oleh format yang ia buat sendiri, untuk tidak mengatakan tersakiti oleh ekspektasinya sendiri.
Tersakiti oleh ekspektasi, semacam blunder yang menyejarah bagi hidup manusia.
Ekspektasi yang jelas-jelas dapat melukai jiwa manusia, kadangkala memang perlu di siasati dan di urai secara ciamik. Tanpa itu, manusia akan terhenti ruang geraknya. Antara tertahan pada tataran konsep, atau kelimpungan menata teknis manajerialnya.
Ekspektasi memang memiliki dua mata pisau yang siap mengiris luka batin, sekaligus dapat menghidupkan suasana bagi jiwa.
Dengan ekspektasi, manusia berpeluang terluka secara amat dalam. Sedang, tanpa ekspektasi, manusia pasti mandeg ruang sejarahnya. Maka disanalah, pengendalian diri atas black hole bernama "ekspektasi", adalah master key yang akan melukis tinta emas atau tinta kelam.
***Banyumas, 21 Juni 2020.
Comments
Post a Comment