Berusaha mengeluarkan isi pikiran kedalam sebuah tindakan, bukanlah sesuatu yang mudah. Terlebih, bila pada suatu waktu, komponen pendukung, misalnya orang sekitar, tidak menaruh respon yang tepat. Baik secara verbal, maupun yang bukan verbal.
Beberapa efek domino dari menahan isi pikiran untuk tidak keluar menjadi tindakan, bisa menjadikan seseorang kuranga menikmati hidupnya, sampai mungkin saja berimbas pada gangguan psikosomatis.
Maka tidak berlebihan, jika pada suatu waktu, mereka yang memilih berdiam diri dalam pendaman pikiran, sering bertingkah dramatik dan cenderung destruktif.
Dalam serangkaian aktifisme kehidupan yang penuh ketidakpastian ini, relasi sosial akan terus menuju pada sisi-sisi keterbukaan. Ini merupakan imbas dari objek perhatian dari yang keluar, menjadi kedalam.
Dari sinilah, muncul beberapa kerenggangan, sekaligus kemelakatan. Dua hal yang berlawanan, namun berkembang beriring sejalan. Beberapa tak berdaya, sebagian lainnya diberdayakan.
Syahdan, keberanian atas bertindak secara sadar, tidak melulu dilatih oleh pembiasaan, namun juga kebaruan yang sama sekali. Oleh karena itulah, kadangkala isi kepala yang berlabel ketidaktahuan, jauh lebih signifikan memantik perubahan.
Namun lebih dari itu, pengetahuan akan lebih proporsional sebagai basis bertindak. Karena, keterukuran dalam menggapai tujuan, merupakan setengah keberhasilan. Sekalipun terkadang, kurang signifikan.
***Purwokerto, 21 November 2020.
Comments
Post a Comment