Skip to main content

Belum Genap Manusia (3)

Berusaha mengeluarkan isi pikiran kedalam sebuah tindakan, bukanlah sesuatu yang mudah. Terlebih, bila pada suatu waktu, komponen pendukung, misalnya orang sekitar, tidak menaruh respon yang tepat. Baik secara verbal, maupun yang bukan verbal.


Beberapa efek domino dari menahan isi pikiran untuk tidak keluar menjadi tindakan, bisa menjadikan seseorang kuranga menikmati hidupnya, sampai mungkin saja berimbas pada gangguan psikosomatis.


Maka tidak berlebihan, jika pada suatu waktu, mereka yang memilih berdiam diri dalam pendaman pikiran, sering bertingkah dramatik dan cenderung destruktif. 


Dalam serangkaian aktifisme kehidupan yang penuh ketidakpastian ini, relasi sosial akan terus menuju pada sisi-sisi keterbukaan. Ini merupakan imbas dari objek perhatian dari yang keluar, menjadi kedalam.


Dari sinilah, muncul beberapa kerenggangan, sekaligus kemelakatan. Dua hal yang berlawanan, namun berkembang beriring sejalan. Beberapa tak berdaya, sebagian lainnya diberdayakan.


Syahdan, keberanian atas bertindak secara sadar, tidak melulu dilatih oleh pembiasaan, namun juga kebaruan yang sama sekali. Oleh karena itulah, kadangkala isi kepala yang berlabel ketidaktahuan, jauh lebih signifikan memantik perubahan.


Namun lebih dari itu, pengetahuan akan lebih proporsional sebagai basis bertindak. Karena, keterukuran dalam menggapai tujuan, merupakan setengah keberhasilan. Sekalipun terkadang, kurang signifikan.


***Purwokerto, 21 November 2020.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-