Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2021

Mengalami Diri (3)

Bulan pun berganti, beberapa babagan hidup mengalami perkembangan. Ada yang berkembang memburuk, terdapat pula perkembangan membaik, pun didalamnya masih ada yang "krasan" mengalami pengulangan.  Sebagai pelaku dari masing-masing episodenya, manusia kadangkala memilih mengelak dari apapun saja yang menjadi senyatanya. Barangkali, alamiahnya, kalau-kalau mengakui seapadanya yang nyata, kerapkali menyiksa batin pelakunya itu sendiri. Konsep atas "naik-turun", suasana hati memang sangat mudah untuk diterima sebagai konsep an sich. Namun, harus diakui bersama, bahwa mengalaminya secara "tak berjarak", merupakan wujud pergandengan antara penderitaan, sekaligus kenikmatan tersendiri, yang benar-benar teramat privat dan sunyi. Pancang jalan atas titik-titik pengalaman, menjadi salah satu kajian menarik bagi para pegiat fenomenologis. Hingga, betapa berharganya arsip-arsip berbentuk ingatan itu, dimediakan keranah metodologis. Sebab, premisnya sederhana; yang memb...

Mengalami Diri (2)

Untuk sampai pada titik sadar dalam menjalani hidup, nyatanya bukanlah hal yang mudah. Manusia diterpa oleh keadaan yang ragam tekanannya, kemudian rela menerpa dirinya sendiri, demi pertumbuhan batin beserta lahiriyahnya. Ketika manusia sadar atas hidupnya, pelan-pelan ia akan secara alamiah untuk sadar pula akan apa yang dimaksud dengan kesungguhan hidup. Misalnya, dari mana ia ada dan akan kemana ia ada.  Apakah tentang perjanjian eksistensial dengan Tuhannya, apakah perihal berbalas budi kepada ibu-bapaknya, apakah tentang bagaimana menjalin relasi dengan teman sebaya, tentang menemukan kekasih idamannya, atau sekedar menjaga alam nabati dan tata krama dengan hewan, pun pada makhluk ghoib seperti jin dan malaikat? Agaknya, segala jenis yang manusia ketahui, tidak kemudian mereka benar-benar pahami. Bahkan, untuk sampai pada level "bahwa ia paham atas apa yang tak ia pahami", padahal ia sebagai dirinya sendiri, tengah mengalami. Syahdan, barangkali kiat arif menghadapi dir...

(17) Lewat Halaman Hati

teramat banyak, kata tak terucap. apalagi, sekadar tatap mata menetap hingga kesedihan mendalam, kerap ku simpan. hanya karena, takut engkau larut sebegininya garis Tuhan menggayung seisi jiwa. sesekali, berkabung sekilas tersanjung air mata menetes, tak berarti ada sesal disini. hati ini barangkali, tak ada arti di beri. untuk menjadi tanpa sia-sia hening pada dada, menetes tangis. tersampai,  dalam-dalam ***Banyumas, 26 Februari 2021.

(16) Lewat Halaman Hati

masih melantun di tanya. membelenggu,  diantara titik-titiknya aku masih merindui-Nya, perihal terjadi, atas nama apa saja perasaan meronta-ronta pikiran mengulasnya terbang ke ufuk sana mengerti, tapi tak bertepi menanti namun lagi-lagi kembali ditempat ini, dahulu ku jajaki mimpi apapun itu, ku lalui mengapa kembali, bila permulaan sudah menjeruji kenapa begini, mengarti jatuh di sunyi nafasku menanti. keteguhan hati, mengarungi disini, lemah berbisik. disini, lelah mengusik demi abadi, sorot mata melukis nurani ***Banyumas, 25 Februari 2021.

(15) Lewat Halaman Hati

aku terbunuh,  diantara kita. tersisih,  ke belukar dada mereka,  berbiasa. mengapa,  disini berbeda apakah perihal luka, liang duka yang belum kering sepenuhnya lagi, ku coba isi. lanskap nafasnya,  di hati atas nama cinta tak bertepi, kuasa belum terjadi. berpihak,  ke janji ***Banyumas, 24 Februari 2021.

(14) Lewat Halaman Hati

ketika wajah merpati terbang, ia menatapnya diam. menghujam di malam, tanpa kaitan rembulan jangan salahkan ia, tak menolehmu di angan. merpati tumbuh, tak hirau belaian namun sayangkan, ia di kelaparan. tapi sayangkan, berkepak tak seimbang ***Banyumas, 22 Februari 2021.

(13) Lewat Halaman Hati

sungai-sungai disana, masih bersantai gemuruh. ikan tak kelihatan, memisah gaduh anggun daun pisang, tenang. tak ada lagi, sorak-sorai kelam dari mana,  terbitnya gelap. kemana, hadirnya terang yang hadir di penampakan, yang luput ke penantian. warnaku, jauh panggang dari arang ***Banyumas, 22 Februari 2021.

(8) Lewat Halaman Hati

terurai, satu demi satu gelapnya. menepi, sampai disini apapun saja, bukan kita pelakunya. kau, lebih dari sekadar batasan pilu semestinya, memang bukan aku kan? ucapmu parasmu,  menipu. menjatuhkannya, ke liang temaram  ***Banyumas, 21 Februari 2021.

(23) Lagi ngapain;

siapapun saja pasti mengakuinya. Tutur lembut dari wajahnya, menjangkit di hati   siapapun saja pasti mengakuinya. Kekhasan jiwa lugu, terpaku di khusyuk   siapapun saja, pasti mengakuinya. seperti pekat disini, mengikat tak bersyarat   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

(6) Lewat Halaman Hati

berhari mengalami, nihil dari sini. nihil dari apa,  garisnya   kelapangan,  menjadi delusi. apa artinya menjadi,  ini itu apa saja   terengah, lewat kapar sesak. kemana,  ia   atas nama hidup seluruhnya, sungguh dekat di gamang. asa,  kuasa   ***Banyumas, 16 Februari 2021

Menemui Diri (2)

Pada saat-saat dimana kejujuran menjadi barang mahal, kadangkala kita terpaksa berkompromi dengan kobohongan. Korupsi terus menerus ada, penipuan berkedok hadiah pun masih kerap sama-sama kita jumpai, etc. Mungkin, tidak banyak kebohongan yang kita lakukan terhadap orang lain, pun tidak pula menjamur kebohongan yang dilakukan orang lain terhadap kita. Akan tetapi sadarkah, bahwa sangat mungkin kebohongan itu justru lebih banyak kita suguhkan kepada diri sendiri? Berusaha untuk bertindak jujur, terutama kepada diri sendiri, bukanlah perkara yang sederhana. Acapkali, kita tersiksa oleh karena itu semua. Bahkan, rela melakukannya sekedar demi mengamankan yang tak semestinya diamankan. Melakukan satu kebohongan, akan diikuti oleh kebohongan berikutnya. Begitu juga sebaliknya; bertindak jujur pasti akan menuai kejujuran berikutnya. Begitulah, prinsip kausalitas yang berlaku. Meskipun lagi-lagi, butuh pembiasaan untuk merealisasikannya. Syahdan, jalan terjal menemui diri, tidak selamanya sed...

Menemui Diri (1)

Februari 2021 sudah nyaris berlalu, beberapa resolusi yang dicatat, pelan-pelan terlaksana. Barangkali, tak sepenuhnya maksimal menjadi hasil, tetapi itu kita sama-sama mengerti, bahwa keberanian menjalani, adalah kemewahan hidup tersendiri. Ditengah pandemi yang kondisinya tetap mengalami naik-turun ini, pasti membuat perasaan kita mengikuti. Senang karena keluarga kita masih sehat, sedih sebab aktifitas masih terbatasi. Bersyukur pada saat-saat seperti ini, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Dari situasi seperti sekarang ini, dimana lalu lintas digital pesat berjalan, seringkali kita kemudian larut didalamnya. Fitur dan media sosial menjamur, pertukaran informasi tak terbendung, siapapun berhak berbagi melalui akun pribadinya masing-masing. Larut didalamnya, adalah kewajaran, tetapi memilih untuk tidak larut, juga adalah kewajaran. Memilih untuk tidak larut dalam media sosial, tidak kemudian kita akan kehilangan teman, relasi, pamor, dan lain sebagainya. Justru, diri kita sanga...

(5) Lewat Halaman Hati

banyak yang harus kita redam dalam-dalam. terlebih, bila bukan yang tertepat untuk di singkap aku masih tercecer diantaranya. sekalipun,  hanya secuil kail sementara, kita masih meraba. atas arah,   melambung rekah atas gundah kau cukupkan. aku, pun ini bukan ego siapa bagaimana. hanya keyakinan, pasti keyakinan ***Banyumas, 13 Februari 2021.

(21) Lagi ngapain;

aku masih menyimpanmu, di sela tangga lagu. bernyanyi lirih, bersama abu aku hendak kemana, wajahmu ada disana. pada riuh sabda langit, mengulik meta selamat atas kita, garis waktu milik-Nya. mengusir fana, menjahit cinta ***Banyumas, 13 Februari 2021.

(20) Lagi ngapain;

langit kelabu, kabar duka, masih menjadi tema kau berdiri diseberang,  ku harap, kau  bertahan tak ada pelangi, mendung, raung menggelantung  pun,  rintik hujan pelan, melantun  rapih tersusun nada- nada pertemuan, nada-nada perpisahan, hitam lebam  badai,  mengetengah, mendera memesan ini padamu melati susut, mawar tersuri, menepi hanyut menanti tumbuhnya, tak mudah, tertatih menyimpang  ke lengang benarkah ini terjadi, atau sekadar imaji, laku halusinasi aku yang memilihmu, dan kau, memau menau sayang, sayang sayang, sayang sayang ***Purwokerto, 12 Februari 2021.

(19) Lagi ngapain;

kau sempat mengabadikan ganesha di galeri, mengingatnya sebagai buah dari perjalanan aku, mengkhawatirkan itu. perihal terjaga, dari abu-abu sepertinya,  kau tak hirau. waspada menjagamu, katamu kau bergeming eksplanasi, mengatasnamakan eksplorasi, mengulik yang jati aku nemilikimu, meski belum utuh itu. kau boleh begitu, asal bersamaku ***Banyumas, 11 Februari 2021.

(4) Lewat Halaman Hati

lemah, berlimpah disini. mercusuar, tak ada lagi gema, barisan suara yang berkaca, ada satu yang hendak loncat kemana, lalunya semua. hilang, menatap seharusnya pergi, temukan diri. pada kesetiaan, mengatap di harapan ***Banyumas, 11 Februari 2021.

(18) Lagi ngapain;

ada yang hening, di sela tanya. ketika halus, kau bersuara cukuplah hening, menjadi lama. saat lambat, ku geluti cerita dari mana ini semua, aku bertanya. dari hati, jawabnya aku tak tau soal hati, lintasku. perhatikan sebabnya, lintasmu kita,  menjelma suara. kita,  menyahut di nada.  aku,  masih. dan kau,  pun ***Banyumas, 11 Februari 2021.

(17) Lagi ngapain;

mataku,  ingin kesana. menatapnya,  amat lama mauku,  berkata di sisi. menyelinap jari jemari, menggenggamnya mengucap, apa yang terjadi. perihal,  seutas tali gagal ku, tak berarti. hancurku,  tak bermakna lagi pagi dan malam berganti. menyeberangi gelisah, mesti ku lakui ketika kau berkata lewat mata,  duduk disebelahku, bernyali bertahan selawasnya ***Banyumas, 10 Februari 2021.

(16) Lagi ngapain;

kaku,  lesu membisu. terkecualinya, aku ternyata,  letih mengulangi. jiwaku, tengah disana jarum jam masih sama, lewat tengah malam adanya, hening. riuhnya, di kepala jika, sesekali tak menemui maka, aku pun sama hingga, konteksnya terberi. aku simpan, dalam-dalam merapat, memadat,  disini ***Banyumas, 10 Februari 2021.

Mengalami Diri (1)

Beberapa orang, pasti tak sanggup menyadari sepenuhnya, atas apapun saja yang tengah mereka pikirkan, rasakan, dan lakukan. Paling maksimal, barangkali memahaminya secara sepihak, terpisah oleh waktu, ataupun menunggu konfirmasi dan validasi dari pihak lain. Premis ini sangat boleh untuk di uji, diabaikan, ataupun dipercayai. Toh, riset terkait hal ini sudah sangat banyak dibahas.   Pengetahuan atas kesadaran diri yang berkembang “lambat”, membuat beragam metode bermunculan, yang mana tujuannya adalah, sama-sama mengejar atas seminimal-minimalnya, menjawab pertanyaan kapan dan bagaimana seseorang tersebut benar-benar “sadar”. Misalnya, apakah waktu siang lebih sadar dari pada malam, atau sebaliknya.   Demikian esensialnya kesadaran, serta pengetahuan atas ketidaktahuan akan hal tersebut, sedikit demi sedikit mampu melebarkan pengkondisian diri pada ruang bernama “jeda”. Jeda itu, barangkali semacam “keluar” dari “arus”, dan sementara memposisikan diri sebagai pengamat ...

(3) Lewat Halaman Hati

perangai mana lagi, menjadi pijakan membasuh kering. dimana, ia bertanya pada atap-atap kosong, diseberanginya rintik daun laban disana. kenapa, begini masih saja, kegamangan sebagai tema. mengapa, kita pada hujan sore ini, diatas meja paling belakang. mengulas semua, yang tak seharusnya harapannya sia, berputar di altar. bagaimana, ia ***Banyumas, 9 Februari 2021.

Mengurai Wadag Kecewa

Masalah yang bertubi, kegagalan yang terulangi, semacam menjadi tema kelam bagi beberapa orang. Namun, harus kemudian sadar pula, bahwa kesenangan dan keberhasilan pun berjalan demikian. Semestinya, kita harus jujur mengakui, bahwa antara penderitaan dan kesenangan, adalah dua hal yang sejatinya eksis dan melekat dalam keseharian. Menerima seapadanya, merupakan konklusi paling presisi, untuk kemudian mulai pelan-pelan menghadapi. Sebagai seseorang yang cukup merasa beruntung, oleh sebab sering menjumpai keragaman pengalaman orang sekitar, yang memiliki kedalaman cerita naik-turunnya hidup, membuat jiwa terbiasa sanggup menemui wujud batin terdalamnya. Hingga, keputus-asaan dan prestasi menjadi sohib akrab. Nun, apapun, kapanpun, dan sampai sejauh alam kemungkinan, kita tak akan mampu menafikan wadag bernama gagal dan berhasil. Sebab, keduanya bukanlah dikotomi, namun terbentang menjadi luasan spektrum.  Dari sinilah, beberapa tahap kesadaran mengayun prosesnya; mulai menerima, paha...

Optimasi Dalam Memilih

Di era digital yang pertumbuhannya begitu pesat seperti sekarang ini, banyak sekali kemudahan yang kita peroleh dari sebelumnya.  Namun dalam setiap kemudahan yang terjadi, pasti akan selalu ada masalah yang berkelindan dengannya. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa evolusi manusia memiliki naturalitas; mencari kesenangan (favorable) , menghindari kesusahan (unfavorable) , dengan mengeluarkan energi yang sedikit. Konsumsi atas digital ini, membuat segala macam jenis informasi berkeliaran begitu pesatnya, ditambah situasi terbatas saat ini yang cukup mendukung interaksi digital semakin intensif sama-sama kita lakukan. Salah satu hal gejala kecanduan atas hidangan yang muncul dari kemudahan akses informasi tersebut, cukup terasa diantara kita. Pada akhirnya, toh semua kembali pada pertanyaan tentang "apakah hal-hal yang kita rencanakan dan lakukan selama ini, mampu mendekatkan kepada tujuan". Berdialog secara jujur dan intim dengan diri sendiri terkait dengan hal ter...

nyanyian dunia

ternyata harapanku terlalu tinggi sampai daratan tak terasa ku dapati jatuhnya kecewa selebihnya menderita Tuhan dekatkanlah aku padamu dunia ini menipuku Tuhan tenangkanlah batinku dunia telah mengobrak-abrik jiwaku yang selama ini kulihat bukanlah penglihatanmu yang sejauh ini kutatap keliru atas pandangmu aku disini tamu hanya pendatang mampir sebentar sederhanakan khawatirku sekedarnya ketakutanku waraskan jiwa ragaku secukupnya kumohon secukupnya kumohon secukupnya kumohon ***Banyumas, 4 Februari 2021.

bersama hadirmu (lagu)

(intro) ada nyanyian yang terlalui bersama keringat di wajahmu  disana aku bersaksi kita lah ujung kembali tak ada yang lebih dari ini dan hati tak hentinya memuji aku tau engkau pun mengerti kita bertemu karena mencari (reff) bersama hadirmu hadir bersamamu bersama hadirmu engkau ingin berjalan kemari apalagi aku yang disini suatu saat padamu kembali suatu saat padaku kembali bersama hadirmu hadir bersamamu bersama hadirmu ***Banyumas, 4 Februari 2021.

Redemption

Terdampar ditengah cakrawala, gagap pada liang antara. Yang dikejar berpaling, yang diharap lenyap. Seperti jatuh kedalam jurang antah berantah, nir-arah. Masih kupegang kepalanya, merasakan beban berat dipundaknya. Mau berbicara kepada siapa, akan bercerita apa. Tembok begitu tinggi, belum ada tangga untuk beranjak pergi. Dadanya tertutup awan gelap, seolah cahaya kesulitan menemui celahnya. Akan kemana? Apa sebabnya? Bagaimana caranya? Kapan masanya?   Masihku bersamai sedihnya, kutatap mimpi buruk dimatanya. Ya, ada tetes air mata yang tertahan disana. Sudut pandang tak beraturan, bak kerdil menemui kesendirian. Kesepiannya tak terelakan, semacam membunuh perlahan.   Bagaimana dengan mereka? Kabarnya, Rencananya, Kewarasannya.   Mungkin, kita sama. Sekalipun, tak persis sama.   Tenang, Tenang, Tenang,   Apapun saja, tak ubahnya kuda berlari, ada waktunya harus berhenti.   Sejenak, Sejenak, Sejenak...

keberanian menjalani

Tumbuh bersama tidaklah mudah, terlebih apabila dua atau lebih pihak, tidak pernah menjalin komunikasi yang efektif.  Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa apapun saja, jika diberikan embel-embel “bersama”, maka akan terjadi kelambatan, dan ini merupakan hal yang tidak disukai oleh manusia, genetik evolusinya begitu, setiap orang mengidamkan kecepatan, sama sekali membenci kelambatan. Memilih untuk jatuh pada pilihan bersama, memang selalu membutuhkan keberanian, yang kemudian memerlukan niat yang kuat, agar pilihan atas bersama ini, tidak mudah goyah. Ketika telah terpilih niat yang kuat, kita pun harus menjaga semangat dalam menjalankannya.  Sebab, pasti terdapat godaan yang datang sebagai ujian sebagai pemantik dalam rangka menceraikan komitmen bersama ini. Godaan tersebut, bisa jadi sebenarnya lebih kepada keengganan menghadapi kelambatan itu sendiri. Pada akhirnya, semacam pemaksaan standar antar dua pihak atau lebih. Lalu kemudian, adakah yang lebih baik dari sekedar ...

nyawa pencemburu

kita pencemburu, pada waktu dalam waktu mereka tak bersalah pun, kita sesak, begitu pula luang. senyap, merayap mereka pencemburu, dalam waktu pada waktu bernyawa, senyawa, pria wanita ***Banyumas, 1 Februari 2021.

pada waktunya

sampai,  ketika jiwa mulai kembali, menyatu satu persatu  mimpi-mimpi sempat tercecer, harapan bahkan sekadar lewat, tak sama sekali berarah kini, disini, semesta memberkati keramahan budaya,  lambat-laun beranjak, seisinya berkala aku, kamu kita semua pada waktunya ***Banyumas, 1 Februari 2021.