Skip to main content

Mengurai Wadag Kecewa

Masalah yang bertubi, kegagalan yang terulangi, semacam menjadi tema kelam bagi beberapa orang. Namun, harus kemudian sadar pula, bahwa kesenangan dan keberhasilan pun berjalan demikian.


Semestinya, kita harus jujur mengakui, bahwa antara penderitaan dan kesenangan, adalah dua hal yang sejatinya eksis dan melekat dalam keseharian. Menerima seapadanya, merupakan konklusi paling presisi, untuk kemudian mulai pelan-pelan menghadapi.


Sebagai seseorang yang cukup merasa beruntung, oleh sebab sering menjumpai keragaman pengalaman orang sekitar, yang memiliki kedalaman cerita naik-turunnya hidup, membuat jiwa terbiasa sanggup menemui wujud batin terdalamnya. Hingga, keputus-asaan dan prestasi menjadi sohib akrab.


Nun, apapun, kapanpun, dan sampai sejauh alam kemungkinan, kita tak akan mampu menafikan wadag bernama gagal dan berhasil. Sebab, keduanya bukanlah dikotomi, namun terbentang menjadi luasan spektrum. 


Dari sinilah, beberapa tahap kesadaran mengayun prosesnya; mulai menerima, paham, membumbui perspektif, yang kemudian sampai pada starting point menghadapi. Tentu, detailing atas ini, memacu bentuk konversi dan elaborasi.


Syahdan, seorang eksistensialis pun pernah bersuara, Ja Sagen!; terimalah apa adanya, siklus hidup memang begini dan begitu adanya, singkirkanlah perasaan ingin dikasihani oleh siapapun, dengan ini kita akan jauh lebih bermakna, tutur Nietzche.


Dengan bekal pengalaman atas kepedihan dan kesenangan seseorang, ternyata cukup mampu untuk kita lebih resilience, dalam menghadapi dunia yang serba dinamis dan unpredictable ini.


***Banyumas, 5 Februari 2021.








Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-