Skip to main content

Posts

Seloroh Gerimis

Langit Surakarta masih mengguyur.. Persis, seperti pada sore dan malam sebelumnya. Bisa jadi, ia sedang mengabari... Tentang semesta yang sedang gersang, butuh suatu pelukan. Bukan untuk menghangatkan, tapi sebagai wujud nyata kebersamaan. Tak berlebihan, bukan?  Jika satu persatu dari mimpi paling nyata, untuk sama-sama kita tempuh kembali. Tentunya, dengan keberanian yang jauh melampaui. Tak apa. . . Bila itu sulit diawali. Minimal, engkau tidak gagu. Terutama, pada suasana hati yang meragu. ***Solo, 27 Februari 2020.

Ruang Interupsi (12)

Ada dua master key, dalam konteks perubahan behavior. Pertama, circle pergaulan. Kedua, ketahanan berbuat sesuatu yang konsisten. Dua master key diatas, adalah modal dasar untuk menghasilkan output. Katakanlah, profesi tertentu. Hal tersebut, dengan mudah kita temui di sekitar. Rata-rata, orang akan menjadi "orang", sekitar usia 30-an. Tentu itu mean-nya, dan pasti ada juga terdapat kekhasan pada orang tertentu. Science modern, lambat laun memang mampu "meneropong" alur dan pola semesta. Namun, science tetaplah science, yang selalu dinamis untuk bertumbuh. Persis, seperti gerak irama perjalanan, yang kerap tegak atau terkatung-katung.  Maka tak heran, jika "madzhab post", tak mau menetapkan "definisi tunggal". Sebab, terkadang pem"baku"an kerap kali mencipta ke"beku"an. Syahdan, master key; "circle pergaulan" dan "ketahanan berbuat", berjalan amat dinamis. Terutama, dalam konteks pe...

Tanpa Nama

Terlempar senyap, tersesat jawab, terdampar dalam binar. Entah, semesta kini sedang bagaimana... Tidak satupun keterangan menghinggap. Detak yang menggertak, mengelupas dada yang rindu hadirnya Juwita. Kini, bagaimana lagi daku mengeja rasa tak bernama. Sedang bilur, terus mengemuka tanpa mengenal sebuah ruang kosong sepanjang jalan. ***Solo, 25 Februari 2020.

Ruang Interupsi (11)

Naik dan turunnya kondisi "privat" pada individu, sudah pasti berkelindan dengan kondisi "publik" society. Hal tersebut, berlaku juga sebaliknya. Bahkan, seorang mufasir yang mana kita claim sebagai orang yang amat dengan Tuhan pun, "produk" kinerjanya bisa "terwarnai" oleh rezim. Entah itu yang bersifat reaktif, maupun proaktif.  Dalam menjalankan hidup ini, pilihan dan konsekuensinya selalu ada. Misalnya, konsep antara "mengikuti arus", dengan "melawan arus", keduanya bisa saja memunculkan bias makna.  Bias makna lainnya misalnya, pada konteks korelasi individu dan masyarakat.  Adalah kita yang akan mempengaruhi masyarakat, atau masyarakat yang mempengaruhi kita?.  Atau malah, tanda tanya tersebut salah penempatan? Jalan moderasi untuk menjawab bias makna tersebut, barangkali ada pada QS. Ali Imron, ayat 104. Namun, yang menjadi note menjalankan titah Tuhan itu, hemat saya tidak kemudian ekslusif...

Ruang Interupsi (10)

Wacana medsos sebagai cara alternatif untuk mendekatkan yang "jauh", jelas lebih terasa, jika dibandingkan dengan anekdot "menjauhkan yang dekat". Keriuhan yang terdapat disana, tidak selalu berkonotasi negatif sebenarnya. Karena, asumsi bahwa "selalu ada yang positif dalam kubangan negatif", sifatnya konstan. Walaupun medsos bisa kita simpulkan sebagai representasi kenyataan, namun sebenarnya tidak dalam seratus persen benar. Sebab, ruang medsos amatlah "liar" sebagai approach, untuk menampilkan yang bukan senyatanya. Kita sama-sama pernah menemui, orang yang dalam kenyataan itu tertutup, bisa sangat terbuka ketika ia memainkan jempolnya di medsos. Begitupun berlaku sebaliknya, dan ada pula yang memang "sama". Dibalik ke "maya" an, terdapat ke "nyata" an. Alam memberikan interupsi kepada kita melalui batin, untuk terus mengikuti prinsip kebijaksanaan. Interupsi untuk melakukan prinsip kebijaksan...

Ruang Interupsi (9)

Dalam rentang tertentu, ruang discourse harus dibuka selebar-lebarnya. Minimal, saat ditemui indikasi-indikasi kejumudan berfikir dan bergerak. Kita tidak bisa menampik, bahwasanya potensi gerak yang berdampak itu, dimulai dari wacana yang masif.  Kejumudan yang mengerang, tidak boleh di biarkan. Sebab, jalan sejarah kemanusiaan, acapkali akan membenarkan apa-apa yang terulang. Persis, seperti konsep propaganda ala Nazi dahulu. Walaupun nalar evaluatif itu sifatnya alamiah, namun hal tersebut tidak selamanya terarah. Nalar evaluatif yang terarah, automaticly akan membidani proyeksi yang jauh menembus kedepan. Disinilah, kelincahan membaca gerak irama society, penting untuk dilatih terus-menerus. Karena "relung" peradaban, tidak bergerak menunggu, juga "sensi". Ia (baca:peradaban), semacam perempuan yang tengah "datang bulan". ***Solo, 22 Februari 2020.

Ruang Interupsi (8)

Semua jenis IPTEK, dimulai dengan sebuah titik heran. Masing-masing, memiliki muatan "dangkal", "dalam", "panjang", "pendek", "jauh", "dekat". Implikasi dari IPTEK, tidak selalu dapat dilihat aspek negatif dan positifnya. Terutama, saat elaborasi itu sedang disusun kerangkanya. IPTEK yang merupakan "puncak" modernisme, sudah begitu panjang perjalanannya. Maka, pada rentang-rentang tertentu, kita bisa sama-sama melihat bahwa mesti ads terdapat "lubang" yang harus di tutup. Tanpa kemudian, melupakan sedemikian pesat kebermanfaatannya. Karena azali manusia tidak berhenti mencari, maka segala probability pada lingkup society akan terus menuai negosiasi. Sebab, dialog rasionalitas dan empirisitas sebagai key word IPTEK, akan terus berlangsung, selama manusia menghirup oksigen. ***Solo, 21 Februari 2020.

Ruang Interupsi (7)

Term populer yang tak asing lagi di dengar oleh telinga kita, saat berbicara mengenai "penilaian" adalah "kembali kepada diri kita sendiri".  Secara pragmatis, hal ini dapat di benarkan oleh kuantitas orang, kita biasa menyebutnya sebagai kebenaran banyak orang. Namun, agaknya istilah di atas juga perlu mendapat semacam pesan nasehat, dari misalnya sudut pandang filsafat nilai milik Gazalba, yang memberikan pengertian bahwa,  "letak nilai terdapat pada subjek yang menilai".  Bisa jadi, "menilai" dan "dinilai", entah itu subjektif ataupun objektif sekalipun, sangat di perlukan proporsionalitas dalam hal mensikapinya, agar supaya respon pihak yang "me" dan "di" memunculkan manifest yang bergerak menuju konstruktif-transformatif. Perkataan dan tindakan merupakan manifestasi dari pikiran, maka dalam bekata-kata maupun bertindak, kita dipesankan oleh Alam agar supaya terkontrol dengan elegan. Penting ...

Ruang Interupsi (6)

Gejala disonan, akan selalu ada pada tiap-tiap "nawaitu" resonan, utamanya upaya resonansi harmoni. Hal tersebut, kadangkala memang menghambat laju pertumbuhan society. Dilain sisi, sebenarnya disonan yang muncul tidak selamanya berarti disonan mutlak. Misalnya kasuistik pada statement Ketua BPIP, yang cukup "mengguncang" para elite. Khususnya pemuka Agama. Sejatinya, disonan selalu multi-interpretasi. Penilaiannya, tergantung pada pihak mana yang merasa di rugikan.  Yang menjadi catatan disini adalah, pentingnya menghadirkan sikap bijak, terutama jika issue yang mengemuka itu merupakan space publik. Diantaranya soal ideologi, yang sudah claim "harga mati". ***Solo, 20 Februari 2020.

Kepada Adinda (3)

Adinda... Hujan disini begitu deras, bagaimana disana? Apakah sama adanya? Apapun adanya, semoga dirimu baik-baik disana. Adinda... Bersama deras air disini,  ingin sekali hati menemuimu. Berbagi cerita tentang kisah kita, yang mungkin tak seindah bunga matahari yang engkau damba. Adinda... Suatu saat,  aku akan datang menujumu. Memulai lembaran baru, menepikan ragu yang membiru. Adinda... Mengertilah, bait-bait ini tidak akan usai mengalun tanpa mesti aku sampaikan langsung padamu. ***Yogyakarta, 19 Februari 2020.

Kepada Adinda (2)

Kalimat membanjir, makna melebur. Sedang janji, teramat sulit aku lepas. Padahal eros, kini terpenjara sunyat. Dan... Kelabu membiru, menyeruak kedalam jantung cinta. Apalagi yang dirimu ikuti, bias rinduku barangkali. Tapi tidak Andinda... Tidak akan semudah itu, aku mengapusmu. ***Yogyakarta, 19 Februari 2020.

Kepada Adinda (1)

Adinda... Kemarilah barang sebentar. Karena, lembayung disini, tengah melamunkan malam kita. Adinda... Dirimu tentu lebih paham perihal rasa. Tentang sebuah malam, yang pernah mempertemukan buncahan rindu kita. Adinda... Rindu tak pernah bisa mengeja cinta. Tapi ia selalu ada, menembus kediaman aksara. ***Yogyakarta, 19 Februari 2020.

Ruang Interupsi (5)

Ketidakcukupan kosakata sebagai representasi wujud rasa dan rasio, sebenarnya tidak akan menghambat laju perkembangan dan pertumbuhan peradaban. Sebab estetika kata, jauh lebih "rendah" jika dibandingkan dengan estetika laku. Baik itu laku yang covert maupun yang overt. Manakala pertumbuhan peradaban di setting sedemikian rupa, maka yang mesti di antisipasi ialah pattern akan ketercapaian dan ketidaktercapaian, akan goals-nya. Kosakata amatlah penting sebagai legacy pembejalaran generasi selanjutnya, namun fakta yang jauh lebih monumental adalah laku yang membudaya, terutama dalam tataran mikro society. Puncak aksiologis yang terkandung dalam gerak kosakata dan laku itu, sejatinya merupakan visi dari science itu sendiri. ***Yogyakarta, 19 Februari 2020.

Ruang Interupsi (4)

Pada setiap "simbol" gerak peradaban, misalnya modern atau post-modern, memiliki "fitrah" akan adanya ruang "kosong" narasi. Dualitas antara yang "homology" dan "paralogy", mesti mengandung language game-nya masing-masing. Dari yang konsensus maupun disensus. Hal-hal yang telah sedikit terpapar diatas, merupakan deskripsi yang khas dari pergumulan discourse akademik. Hal itu sah-sah saja, sebagai wujud dari produktifitas norma yang dipegangnya, ialah prinsip keilmiahan. Namun, diantara "kemegahan" modernitas sejak kisaran abad 19 itu (misalnya), tetap saja akan ada gerak sejarah yang terus ber-dialog (penerimaan dan penolakan). Pada tataran fakta "implisit", keriuhan dialog itu masing-masing berjalan, berkembang, dan bertumbuh dalam ruang sunyinya masing-masing. Meskipun, akan ada saja yang menggema pada space publik. Pada akhirnya, seluruh manusia akan tetap bergerak secara dialektis, pada duali...
Mocopat Syafaat #MerawatKebun ‌Nandur (telaten sesuai minat) ‌Puasa (menahan keinginan) ‌Shodaqoh (memberi kepada sesama) #Output mengamankan dan memaafkan, untuk menuju Alloh bersama-sama. #Kemenyatuan manusia ada dalam kelembutan jiwa. #Inna Ma'iya Robbiy: Ayat maiyah. #Iman tanpa ilmu lumpuh, ilmu tanpa iman buta. #Pewarisan itu harus tertinggi, untuk generasi selanjutnya. #Mari menemukan parameter (cara/jarak/resolusi/sudut pandang) yang paling tepat, untuk Indonesia lebih baik. Wal tandhur nafsun ma qoddamat lighod.
rpk dpd jateng 2020 ‌assesment (menggali kondisi keilmuan imm saat ini, serta harapan kader untuk keilmuan kedepan). metode: google form. 1. ‌ waktu: 1 bulan. ‌membuat standar keilmuan. metode: kolokium silabus kajian (peserta ketum, rpk pc se jateng). waktu 2 hari. ‌membuat buku bunga rampai. penulis: tokoh imm dan kader. waktu 3 bulan. ‌1 kader 1 blog. 5 menit. ‌jurnal "nafas pena ikatan". ‌Gerakan keilmuan jateng (membaca, diskusi, menulis, riset). Puncak keilmuan ‌Nulis ‌Perubahan ‌Peka ‌Toleran ‌Merasa gak punya apa2. ‌Pola pikir Cara ‌membaca ‌diskusi ‌tindakan ‌riset ,,,Hasil Rakorbid Jateng 8 Februari 2020. 1. Persiapan Lokakarya, tempat karanganyar (tawangmangu). 5-7 Juni 2020. ...Konsep (draft) ...Teknis (proposal) 2. Workshop. 3. Bunga rampai.
Maneges Qudroh/Magelang. Sabrang mdp; makna 9. ‌sudut pandang matematika, kembali pada dirinya sendiri. ‌Penanda gerbang menuju kelas berikutnya (upgrade semua hal, evolusioner-revolusioner). ‌Tetap tentram dan semangat. Stabil dulu (koneksi sosial, kepastian "rutinitas", ketidakpastian "refreshing"). Mengerti keseimbangan apa yang harus dan yg tidak harus. Punya kehidupan yang tidak sia-sia (tumbuh dan kontribusi "istiqomah dalam hal yang disukai dan diketahui, menjadi diri sendiri). ‌Mengenal keutuhan diri. ‌Memahami sebab-akibat peristiwa, agar tidak mengulangi kesalahan yg sama. ‌Kemampuan simulasi (membayangkan, empatik), hanya di miliki oleh manusia. ‌Tumbuh tidak selalu terkait yg baru. Bisa melihat kesalahan dan ketidaktepatan yg sebelumnya (refleksi dan catat). ‌Nabi SAW, memahami pola sampai akhir zaman. ‌Perlu memberikan "panggung" pada semua rasa, termasuk kesedihan. ‌Menggapai tujuan. 1. Perjelas tujuan dan tulisk...

Ruang Interupsi (3)

Setiap waktu memiliki fase dimana ide akan menggelar panggungnya menjadi nyata. Keterbukaan nalar akan mengisi panggung itu menjadi narasi yang memberi siraman sejuk di tengah kekeringan arah. Dalam gerak sejarah yang sedemikian disruptif ini, agaknya perlu untuk lebih berani untuk memulai mengisi ruang-ruang yang masih menyisakan celah. Pada term celah, bukan hanya dalam arti denotatif an sich, namun juga konotatif. Artinya, kehendak untuk "jemput bola" menjadi penting untuk kemudian dihadirkan. Maka, jemput bola disitu bisa dimaknai sebagai tindak-tanduk dalam rangka mengajukan perlawanan atas hegemoni mainstream. Sebagai jalan ninja menuju kesana, dibutukan space dialektika untuk menuai satu persatu tesis-antitesis, menuju titik klimaks sintesa. Tentunya, hal tersebut berlaku pada seluruh aspek semesta. ***Yogyakarta, 18 Februari 2020.

Ruang Interupsi (2)

Gerak dinamika sejarah, akan selalu menampilkan tokohnya. Betapapun riuhnya keadaan, sang tokoh selalu tegap dan lantang bertindak. Ia membangun narasi, berdasar refleksi universal. Sang tokoh tidak memilih melebur dalam bilur data dan fakta. Ia berprinsip value is more. Scietific circle ia kuasai di luar kepala, sehingga misalnya atribut perlawanan society ada dihadapan, maka dengan lugas ia benahi. Syahdan, tokoh yang kami maksud diatas pada faktanya selalu ada pada tiap-tiap rentang sejarah peradaban. Ia menelusup pada ruang "isi" maupun ruang "hampa" segala macam dan jenis diskursus. Menelisik cipratan uraian diatas, seminimal-minimalnya kita akan sadar, bahwa "gerakan tanpa bola", lebih berbahaya. Dan itulah, yang dilakukan oleh tokoh-tokoh disekitar kita. Entah itu yang protagonis, maupun yang antagonis. ***Yogyakarta, 18 Februari 2020.