Naik dan turunnya kondisi "privat" pada individu, sudah pasti berkelindan dengan kondisi "publik" society. Hal tersebut, berlaku juga sebaliknya.
Bahkan, seorang mufasir yang mana kita claim sebagai orang yang amat dengan Tuhan pun, "produk" kinerjanya bisa "terwarnai" oleh rezim. Entah itu yang bersifat reaktif, maupun proaktif.
Dalam menjalankan hidup ini, pilihan dan konsekuensinya selalu ada. Misalnya, konsep antara "mengikuti arus", dengan "melawan arus", keduanya bisa saja memunculkan bias makna.
Bias makna lainnya misalnya, pada konteks korelasi individu dan masyarakat.
Adalah kita yang akan mempengaruhi masyarakat, atau masyarakat yang mempengaruhi kita?.
Atau malah, tanda tanya tersebut salah penempatan?
Jalan moderasi untuk menjawab bias makna tersebut, barangkali ada pada QS. Ali Imron, ayat 104.
Namun, yang menjadi note menjalankan titah Tuhan itu, hemat saya tidak kemudian ekslusif dan nir-dialogis.
***Solo, 24 Februari 2020.
Comments
Post a Comment