Wacana medsos sebagai cara alternatif untuk mendekatkan yang "jauh", jelas lebih terasa, jika dibandingkan dengan anekdot "menjauhkan yang dekat".
Keriuhan yang terdapat disana, tidak selalu berkonotasi negatif sebenarnya. Karena, asumsi bahwa "selalu ada yang positif dalam kubangan negatif", sifatnya konstan.
Walaupun medsos bisa kita simpulkan sebagai representasi kenyataan, namun sebenarnya tidak dalam seratus persen benar. Sebab, ruang medsos amatlah "liar" sebagai approach, untuk menampilkan yang bukan senyatanya.
Kita sama-sama pernah menemui, orang yang dalam kenyataan itu tertutup, bisa sangat terbuka ketika ia memainkan jempolnya di medsos. Begitupun berlaku sebaliknya, dan ada pula yang memang "sama".
Dibalik ke "maya" an, terdapat ke "nyata" an. Alam memberikan interupsi kepada kita melalui batin, untuk terus mengikuti prinsip kebijaksanaan.
Interupsi untuk melakukan prinsip kebijaksanaan yang ada dalam batin, mendorong setiap manusia untuk ber-intensi. Kita selalu dihadapkan, pada percakapan situasi situasi batin yang "iya" atau "tidak", sebelum bertindak sesuatu.
Maka, orang-orang yang "utuh", adalah mereka yang menikmati "percokcokan" antara "iya" dan "tidak" itu. Untuk kemudian, selalu mengupayakan "iya" yang berprinsip philosophia rahmatan lil 'alamin. Terutama, pada era milenium seperti sekarang ini.
***Solo, 23 Februari 2020.
Comments
Post a Comment