Dalam rentang tertentu, ruang discourse harus dibuka selebar-lebarnya. Minimal, saat ditemui indikasi-indikasi kejumudan berfikir dan bergerak.
Kita tidak bisa menampik, bahwasanya potensi gerak yang berdampak itu, dimulai dari wacana yang masif.
Kejumudan yang mengerang, tidak boleh di biarkan. Sebab, jalan sejarah kemanusiaan, acapkali akan membenarkan apa-apa yang terulang. Persis, seperti konsep propaganda ala Nazi dahulu.
Walaupun nalar evaluatif itu sifatnya alamiah, namun hal tersebut tidak selamanya terarah. Nalar evaluatif yang terarah, automaticly akan membidani proyeksi yang jauh menembus kedepan.
Disinilah, kelincahan membaca gerak irama society, penting untuk dilatih terus-menerus. Karena "relung" peradaban, tidak bergerak menunggu, juga "sensi". Ia (baca:peradaban), semacam perempuan yang tengah "datang bulan".
***Solo, 22 Februari 2020.
Comments
Post a Comment