Gejala disonan, akan selalu ada pada tiap-tiap "nawaitu" resonan, utamanya upaya resonansi harmoni. Hal tersebut, kadangkala memang menghambat laju pertumbuhan society.
Dilain sisi, sebenarnya disonan yang muncul tidak selamanya berarti disonan mutlak. Misalnya kasuistik pada statement Ketua BPIP, yang cukup "mengguncang" para elite. Khususnya pemuka Agama.
Sejatinya, disonan selalu multi-interpretasi. Penilaiannya, tergantung pada pihak mana yang merasa di rugikan.
Yang menjadi catatan disini adalah, pentingnya menghadirkan sikap bijak, terutama jika issue yang mengemuka itu merupakan space publik. Diantaranya soal ideologi, yang sudah claim "harga mati".
***Solo, 20 Februari 2020.
Comments
Post a Comment