Setiap waktu memiliki fase dimana ide akan menggelar panggungnya menjadi nyata. Keterbukaan nalar akan mengisi panggung itu menjadi narasi yang memberi siraman sejuk di tengah kekeringan arah.
Dalam gerak sejarah yang sedemikian disruptif ini, agaknya perlu untuk lebih berani untuk memulai mengisi ruang-ruang yang masih menyisakan celah.
Pada term celah, bukan hanya dalam arti denotatif an sich, namun juga konotatif. Artinya, kehendak untuk "jemput bola" menjadi penting untuk kemudian dihadirkan.
Maka, jemput bola disitu bisa dimaknai sebagai tindak-tanduk dalam rangka mengajukan perlawanan atas hegemoni mainstream.
Sebagai jalan ninja menuju kesana, dibutukan space dialektika untuk menuai satu persatu tesis-antitesis, menuju titik klimaks sintesa. Tentunya, hal tersebut berlaku pada seluruh aspek semesta.
***Yogyakarta, 18 Februari 2020.
Comments
Post a Comment