Skip to main content

Posts

Belum Genap Manusia (7)

Jangkar atas nama "kemungkinan", selalu hinggap dalam rentang perjalanan. Manusia lah, yang notabene memiliki akses "langsung" untuk ber-kendali atas alam kemungkinan tersebut. Maka, dualitas kiri dan kanan, tidak mungkin akan menyisakan pemberhentian. Adalah wajar, bila keraguan dan keyakinan bercokol kelindan pada tiap-tiap pra-putusan. Hal yang barangkali sama-sama ditemukan, ialah justifikasi atas apapun saja, yang menjadi kehendak itu sendiri. Memilih untuk sebegitu sumbu pendek pada pihak ekosistem sosial, hanya akan membebalkan keluasan. Sebagai pengayaan, sesama manusia yang terlampau gampang memberi label, hanya akan mempersempit ruang tumbuh-kembang kebudayaan. Tentu, budaya yang dimaksud disini ialah kebersamaan menjalin imunitas kebijaksanaan, dalam luaran kebermanfaatan. Sisi lain dari ini, yaitu perihal kompatibilitas ruang dan waktu, dengan kesiapan mental masing-masing dari kita. Tidaklah elok, bila standarisasi atas diri dipatenkan ketika sedang ata...

melintas di zaman (2)

tentang hati yang terpaksa patah, oleh harap yang tak juga menemui singkap ada apa gerangan? mengapa semua begitu sempit di kata tak berkesudahan aku mencarinya nama-nama, tempat-tempat, sisi pandang yang padat dan adekuat tak lama berselang memang, jangkar waktu dan perikesudahan demi apa lagi semua terjadi, perjalanan memaksa berlari lelah, bersambung di gelisah marah, bergulat di kediaman sekalipun tertawa apa adanya, itu hanya nyanyian sejenak dari panjang haluan kemarau ada apa kemaluan? tak ada malu di muka pengandaian sisi lain menjadi api, kemana lagi ditempuh perih-perih hujan tak lagi mewah bila penantian hanya menjadi perasaan ***Banyumas, 28 Maret 2021.

Melintas di zaman (1)

Keriuhan, sama sekali tidak mampu dilepas begitu saja dari ketenangan. Keduanya berhukum simultan, sesekali kelewat integral. Memisah-misahkan diantar lini dari entitas tersebut, hanya akan menuntut batin menyelami watak transaksional. Kelebihan atas kapasitas informasi yang mau tidak mau harus ditelan tiap harinya, acapkali menuntut kepekaan diri untuk menimbang, memberlakukan seapadanya tanpa pretensi membumbui makna. Hal ini tidaklah mudah, sekalipun manusia kerap melatih dirinya, tetap saja maknawiyah tetap terseret, walau secuil-cuil. Perubahan dunia atas pandemi, memaksa semua aspek mengalami kegamangan. Lingkup spekulatif, diam-diam menjadi rahasia umum untuk sengaja diberlakukan. Kanan ataupun kiri oke, terlebih semua tengah menempuh adaptasi yang tidak ringan. Syahdan, tertawa dan kesedihan jauh panggang di makna, sekadar pasti di nyata.  ***Banyumas, 28 Maret 2021.

(28) Lagi ngapain;

  malam, menempuh selasa. apa, mau di kata sunyi, menepi sendiri. letih, memasti katakan, kalimat-kalimat patahmu. pun, repihan atas adanya apa, hendak diucap. apa, hendak ditangkap rasanya, masih. rasa-rasanya, tetap ini, terkait waktu. penebusan, atas jeda ***Cilacap, 22 Maret 2021.

(21) Lewat Halaman Hati

  lahir, terlahirkan. lahir, dilahirkan semenjaknya, apa adanya. setelahnya, ada apanya realita, ke seharusnya. semestinya, menemui makna tak ada sesat, sekadar sasar-sasar. mudah, dipersulit apa, dibawa. kemana, memuainya ***Cilacap, 22 Maret 2021.

(20) Lewat Halaman Hati

cemas,  mengetengah. diantara,  pendulum kata-kata bias, masih meraja. oposisi biner,  menjadi terpaksa konon, aku bukanlah utama. begitupun,  kau dan mereka mustahil,  sanggup dicerna. sesat pikir,  mengada-ada aku,  bukanlah aku. pun kau,  bukanlah kau sekadar,  jelmaan. mengalir,  di sekitaran merasa,  menabula. kepolosan, tercoret warna ***Banyumas, 21 Maret 2021.

(19) Lewat Halaman Hati

demi waktu yang beriring binasa, ku alunkan rindu ditengah badai curiga demi waktu yang beriring binasa, sekadar do'a menjelma rangka-rangka demi waktu yang beriring binasa, tentang apapun saja yang bagaimana kepada pagi-pagi, siang-siang, sore-sore, malam-malam, seisi ruang-ruang ***Banyumas, 21 Maret 2021.

(27) Lagi ngapain;

terbagi, ke sisi. adalah, aku dan ia melintas, angan di awan. melampaui, bukit bernadi meski demikian, mereka menerka. ada apa, bagaimana hati, menempuh jujurnya. sengkarut, ditepikannya selasa, masih menjadi. menuju sapa, kita menanti bersama ***Banyumas, 20 Maret 2021.

(26) Lagi ngapain;

pendulum, kiri di kanan. kanan, di kiri kembali lalu, berlalang. rutinitas, berkilas-kilas disini, dikini. triki, didepan dilalu wajahmu, dalam langit kepala. menunda, kesana-sana seperti, pada sore biasanya. berbeda, di rindunya ***Banyumas, 19 Maret 2021.

(25) Lagi ngapain;

tepat, diantara pekat. ada dan tiada, semacam lumat memilih,  menginjak sepi. mengadu dadu, diambang ragu kita, menyimpan saja. hingga, selasa pagi menyangga panik, barang sebentar. tenang, mungkin tak abadi bagaimana, sekadarnya. untuk apa, sewajarnya kekasih, kans terkasih. berpasangan, menjelma ruang ***Cilacap, 17 Maret

Mengalami Diri (7)

Pada setiap detiknya, dunia dengan segala macam warnanya  senantiasa mengalami perubahan. Cepat atau lambat, signifikan atau sekadar permukaan. Sebagai manusia yang membaca, barangkali kita kerap kelimpungam diatasnya. Dalam aturan main, yang serba holistik, bertalian dengan waktu dan ruang. Pertanyaan awal disusul dengan jawaban awal. Jawaban awal diikuti oleh pertanyaan kedua, begitu seterusnya. Irama dialogis semacam ini, mengalir beriring-kelindan dengan segala jenis terminal keraguan dan yakin sekaligus.  Berangkat dari alam jalan yang terkesan kisruh dan harmoni itu, jiwa kerap mengalami kelelahan, pun kenikmatan mencari dan menemukan, secara sepaket.  Sungguh, hanya mereka yang melebarkan sayap-sayap keluasan cara pandang, yang akan menuai sisi-sisi permata yang dapat dijadikan pijakan, untuk menembus skat-skat misterius yang disodorkan rentang kegamangan kodrat hidup dan peri-kehidupan. Syahdan, kebebalan cara berfikir, seringkali muncul oleh karena ketidakmauan m...

ANTOLOGI "Sajak Kembang Wangi"

ANTOLOGI Sajak Kembang Wangi Oleh ; #Dnfithr {Dhani Fitriyani} #Tonyfa {Alan Fatoni} #A.A.K {Ahmad Abdul Khaq} #dRR {Dimas Rahman Rizqian} #AR {Emha Nailul Author} #GetaranSenja {Devi Lestari} #ZH.I {ZulHaji Ismail} #siNU {Silfi Nahdiatul Ummah} Spesial celoteh #Dolop \M/ {Ali Antoni} ----- "Sederet kalimat mengalir begitu saja bersama liuk pena mungil yang sedari tadi ia pegang. Tak begitu sadar ternyata dia sudah duduk di bangku itu lebih dari satu jam lamanya. Waktu yang cukup lama bagi mereka yang menunggu, namun teramat singkat baginya yang tengah mengulang deretan kisah yang terjalin dalam kurun waktu tahunan." Aku tak yakin betul kau masih mengingatku, atau sekedar mengingat namaku. Pun begitu, ingatan tentangmu selalu menarik untuk diulang-ulang kembali tanpa menyisakan rasa bosan. Tentang namamu, cara berpakaianmu, cara berjalanmu, makanan kesukaanmu, dan hal-hal tidak penting lainnya menjadi amat penting jika itu bermuara padamu. (Dhani Fitriyani) ****** Seraya mata...

Pendulum Ingatan (3)

Pada ratapan mana lagi, kita tuang resah disini? Makna tak ubahnya gelombang, mudah datang mudah pergi, sesekali pasang sesekali surut. Aku tak butuh simpati atas segalanya, sekadar sejauh mana intensi itu mengada, selaku cerapan mediasi untuk menempuh yang esensi. Walaupun pasti, ragu tetap menggayuti. Barangkali, nafasku mengecap lelah untuk eksis, oleh apa yang aku kejar dan ikuti. Konon, pengorbanan adalah jalan, tetapi sejauh kapan? Sampai dimana, letak jalani? Mengapa sebegininya, cinta? Apakah engkau mengerti, betapa hati terlampaui pelik bila harus kusasarkan padamu. Terutama, pada gerombolan bising, melambai-lambai disana. Nun, sekalipun tak berkedip mata merantau di sunyi, aku tetaplah aku, dan kau tetaplah kau.  Syahdan, kita sama-sama bertanya apa, mengapa, untuk apa semuanya. Hingga, bugenvil dihalaman ini, kau pinta sebagai prasasti, dari batas ruang terjal itu.  ***Banyumas, 14 Maret 2021.

Pendulum Ingatan (2)

 Menatap ringan diatas gelas-gelas plastik, sedikit menipu hati yang kembali menuai harap. Apapun saja, mengaliri hunian ramai disini. Atas nama derita dan juang, mereka menemui keberanian melampaui. Letih tak terhindarkan, kusut menampar-nampar. Namun, asa masih terbungkus rapih, selayang pandang membumbui detik jalan yang tak sepenuhnya lapang. Meski begitu, tak ada yang tega menyalahkan kenapa, dimasa silam. Kangen begitu dingin, kalut pada deruan gerimis malam ini. Hingga, para pejalan kaki tak tergoda untuk menoleh pada belakang, utamanya pada sisi lain pengkhianatan.  Konon, disini sempat ada kesiapan, untuk berterus terang pada fase nyaman. Sekadar tinggal, tanpa ada ketetapan batin pada sementara. Seluruhnya, memilih sebagai prasasti, tempat tatapan menuai memori. Syahdan, semua mengalami berkala, tak secepat harapan, tak selambat kekhawatiran. Sungguh lengang dalam pantauan, cukup padat di kenang. ***Purwokerto, 9 Maret 2021.

Pendulum Ingatan (1)

Pada batas yang masih menjadi ruang, sesekali waktu tak bergeming dari relatifitasnya. Bahkan, pendulum bernama ingatan, justru lebih dominan dari makna tindakan. Kita, sesekali termenung oleh ragu, tanpa disengaja dan terrencana sebenarnya. Hingga, bias yang terbilas oleh kata-kata, termakan habis oleh kehendak berkuasa. Ini tentang siapa dan apa, atau semacam kebelumsiapan menerima atas resiko pedih yang mengarah luka. Sekalipun semua telah kering sepenuhnya, ternyata ketidakmauan mengulang nestapa, adalah perjuangan menempuh dewasa. Kemarilah, semua masih bisa kita bicarakan. Seluruhnya, masih mampu kita urai, membersamai daun-daun jatuh. Meski, keadaan masih mengeluh, mengikis haru yang pernah sama-sama kita cipta. Kekasih, kau pernah menaruh hati sedalam angan kepadanya, aku pun demikian. Syahdan, palingan mana lagi yang akan kita tempuh. Saat-saat jenuh, adalah musuh. Pada waktu tertentu, memburai keluh, kehabisan kalimat untuk sekadar mengusir lusuh. ***Purwokerto, 8 Maret 2021.

terkasih

atas nama hati yang lama sepi, aku titipkan sajak ini kepadamu istriku,  untuk suatu hari kau tuturkan kepada anak kita. bahwa, tak ada niatku menyengsarakan hidup, selayaknya hidup tak berniat menyengsarakanku  atas nama penglihatan kosong disini, aku sampaikan sajak ini kepadamu istriku. sungguh, apapun saja yang sempat kau tatap begitu kosong, sejatinya terkandung oleh Dzat yang tak pernah kosong atas nama nafas yang terlampau sepi, aku sodorkan kalimat di sajak ini, kekasih. bila nanti, jalan begitu lengang kau dapati, datangilah Ia sang pemilik melampaui, bergegaslah untuk sampai, pada pihak yang menjadi terkasih, peluklah anak kita, ajaklah ia menyelami cakrawala yang membentang, selami ia seperti engkau menyelamiku, selayaknya engkau menyelami takdir, secekupnya engkau menerimanya sebagai buah hati pemilik zamannya ***Banyumas, 8 Maret 2021. 

(18) Lewat Halaman Hati

pada akhir yang sementara, segala yang terlewat akan teringat. dari beberapa, atau semuanya pada akhir yang sementara, penggalan tercecer pada separuh. aku tak penuh, begitu pun kau pada akhir yang sementara, tubuhku terlumat tanah. tak ada lagi imaji, sekadar titipan yang belum pasti ***Banyumas, 8 Maret 2021. 

Mengalami Diri (6)

Adakalanya, segalam macam yang kita ketahui, memerlukan pembiaran terlebih dahulu. Semacam memberikan jeda, untuk yang diketahui tersebut terendap, untuk kemudian sewaktu-waktu diketengahkan kembali. Barangkali, selama ini manusia terlalu terburu-buru untuk memikirkan segala hal, padahal tidak semua yang terketahui, kemudian langsung harus dieksekusi kedalam alam pikir. Seperti tubuh yang butuh rehat, pikiran pun demikian. Tubuh yang manusia miliki ini, punya keterbatasan, seperti hal nya indera yang diistirahatkan dalam kesehariannya. Konon, mengistirahatkan pikiran jauh lebih sulit ketimbang mengistirahatkan tubuh. Bahkan, acapkali antara tubuh dan pikiran, kerap terjadi tarik-menarik dan berlaku nir-sinergis. Disinilah, prinsip semuanya memerlukan latihan, penting disadari kembali. Tubuh di olahragakan, sedang pikiran di olahpikirkan. Keduanya memerlukan intonasi, beserta irama dan temporalitasnya.  Syahdan, peluang atas pemahaman baru dalam setiap harinya, akan selalu ada. Seba...

Mengalami Diri (5)

Untuk sampai pada mengalami irama hidup berprinsip "maraton", diperlukan pemahaman yang universal, radikal, sekaligus reflektif. Poin atas pemahaman tersebut, memberikan peluang yang lebih besar untuk menyadari kebutuhan bertumbuh. Maraton sebagai sisi paradoksal dari sprin, mengandaikan rentang jalan hidup yang panjang dan lebar. Subjek dan objek yang memiliki ketahanan, akan dengan sendirinya menggeser kegemilangan apapun yang bersifat kesementaraan. Kemudian, poin yang melingkupi secara integral pada prinsip maraton tersebut; pertama soal universalitas. Menaruh arti, keluasan jangkar pandang, yang kemudian akan membawa ke arah kedewasaan sudut pandang, sekaligus menjernihkan resolusi pandang. Lalu kedua, tentang radikalitas. Bermakna melintas jauh ke titik-titik akar yang melatarbelakangi segala hal (first principle). Misalnya, manusia memilih menu makan, maka first principle-nya adalah soal lapar (biologis), etc. Dan ketiga, perihal reflektifitas. Term ini, membumbui sika...

(24) Lagi ngapain;

za, aku tak mampu menuliskan apapun seolah semua beku, padat mengucap namamu za, aku larut pada waktu pada kita ucap beserta pembuktiannya za, apakah engkau mengerti soal ini, patah yang melumat segalanya tapi kau lah permata Tuhan, yang sempat tertahan itu ***Purwokerto, 3 Maret 2021.