Pada batas yang masih menjadi ruang, sesekali waktu tak bergeming dari relatifitasnya. Bahkan, pendulum bernama ingatan, justru lebih dominan dari makna tindakan.
Kita, sesekali termenung oleh ragu, tanpa disengaja dan terrencana sebenarnya. Hingga, bias yang terbilas oleh kata-kata, termakan habis oleh kehendak berkuasa.
Ini tentang siapa dan apa, atau semacam kebelumsiapan menerima atas resiko pedih yang mengarah luka. Sekalipun semua telah kering sepenuhnya, ternyata ketidakmauan mengulang nestapa, adalah perjuangan menempuh dewasa.
Kemarilah, semua masih bisa kita bicarakan. Seluruhnya, masih mampu kita urai, membersamai daun-daun jatuh. Meski, keadaan masih mengeluh, mengikis haru yang pernah sama-sama kita cipta.
Kekasih, kau pernah menaruh hati sedalam angan kepadanya, aku pun demikian.
Syahdan, palingan mana lagi yang akan kita tempuh. Saat-saat jenuh, adalah musuh. Pada waktu tertentu, memburai keluh, kehabisan kalimat untuk sekadar mengusir lusuh.
***Purwokerto, 8 Maret 2021.
Comments
Post a Comment