Skip to main content

Belum Genap Manusia (7)

Jangkar atas nama "kemungkinan", selalu hinggap dalam rentang perjalanan. Manusia lah, yang notabene memiliki akses "langsung" untuk ber-kendali atas alam kemungkinan tersebut. Maka, dualitas kiri dan kanan, tidak mungkin akan menyisakan pemberhentian.


Adalah wajar, bila keraguan dan keyakinan bercokol kelindan pada tiap-tiap pra-putusan. Hal yang barangkali sama-sama ditemukan, ialah justifikasi atas apapun saja, yang menjadi kehendak itu sendiri. Memilih untuk sebegitu sumbu pendek pada pihak ekosistem sosial, hanya akan membebalkan keluasan.


Sebagai pengayaan, sesama manusia yang terlampau gampang memberi label, hanya akan mempersempit ruang tumbuh-kembang kebudayaan. Tentu, budaya yang dimaksud disini ialah kebersamaan menjalin imunitas kebijaksanaan, dalam luaran kebermanfaatan.


Sisi lain dari ini, yaitu perihal kompatibilitas ruang dan waktu, dengan kesiapan mental masing-masing dari kita. Tidaklah elok, bila standarisasi atas diri dipatenkan ketika sedang atau akan mengalami interaksi. Lagi-lagi, poinnya ada pada kompatibiltas dahulu, belum ke ranah benar atau salah. 


Syahdan, alam kemungkinan yang terpampang jelas dikhatulistiwa batin manusia, selalu memunculkan kegamangan. Namun, semua hal yang telah menyusup ke liang adekuat, pasti selalu harus melewati yang gamang itu sendiri. 


Barangkali, dengan menghela nafas beberapa waktu, dalam balutan keapadanyaan realitas, akan sangat membantu untuk mengecilkan resiko dipermalukan. Bagi ekosistem budaya luhur umumnya, terlebih khusus oleh batin diri kita sendiri.



***Banyumas, 30 Maret 2021.


Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-