Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2020

Sisa Satu Alasan

Selalu ada pijar makna, ditengah kegersangan nurani kita Apalagi, saat semuanya kembali bercerita sejarahnya Terlebih, jika satu persatu dari hembus nafas, tereja dengan seksama Aku mungkin bukan menjadi bagian terpenting dalam hidupmu Namun, engkau mestinya yakin Bahwa suatu saat, akan engkau temui bahagia tak bersyarat Dan, Engkau barangkali tidak menjadikanku sebagai sudut mencolokmu Tetapi, engkau mestinya sadar Bahwa kemanapun titik yang engkau tuju, itu hanyalah pelabuhanmu sesaat Sebab, tempat paling prasasti bagimu, adalah ruang kita Sebuah ruang, yang selalu menyisakan satu alasan, demi bertahan ***Banyumas, 1 Juni 2020.

Tanda Mula

Nafasku lunglai,  tersekap hempas Ragaku pilu, memuai di jemari Mataku lekat, tepat di tengah tiap- tiap hela Aku, paling tak mengerti soal ini Tentang kata, berwarna mega Adakah, yang lebih beraroma selain wajahmu? Dimana ia bersemi, pada jarak kulminasi Kau, barangkali bukan segalanya Mungkin saja, bukanlah pelangi di langit Maha Tapi kau, Adalah tanda Saat hening,  menyerta mula-mula ***Banyumas, 28 Mei 2020.

Aqad Romansa

Suatu saat nanti, sampailah nafas pada batasnya Tentang sisi hidup yang prasasti, perihal kita bertekad saling Pada masanya akan, usailah semu menjadi temu Perihal cari berkutat sunyi, tentang jabat berlafal janji Sampai waktunya kita, menatap barunya lensa Adalah aku dan kau, menempuh jarak paling merona, terpeluk larut romansa, sedihnya bahagia ***Banyumas, 28 Mei 2020.

Menempuh Sepinya

Kemana lagi, arah mata akan tertuju Bila yang sempat menjadi, tak ubah mengarti Kemana perginya makna Pabila warnanya, membunuh seluruhnya Aku mencarimu, juwita Tepat diantara, perihnya Tepat diantara, sunyinya Menyisir diantara sepinya Dan, Dirimu, mungkin tak ubahnya Pelangi di ujung nestapa Tempatku, menyusur prasangka Juangku, menempuh sepinya ***Banyumas, 27 Mei 2020.

Di Bawah Gerimis Yang Berbeda

Menetes peluh, dari sana Terkucur pasti, menyibak sisi Konon, ia hadir menjadi telinga dan matanya singgasana Engkau menutup dirinya Pun, membukanya sebagai kabut suasana Keluasan mega menjadi bernyawa Ketika gelap menyusur hadirnya Namun, satu hal yang luput tersisa Adalah kita, memilih senyap sementara ***Banyumas, 27 Mei 2020.

Masih di Mei

Sajakku layu, diterkam malam Berkalut panjang berserakan Sedang, engkau menyadari betapa hujan menggilas makna kekalutan Kau dan aku, tengah menerka arah hujan Kemana larinya, dengan siapa menjalaninya Kini, kita menengadah ke alam sutra, tepat diantara gelombang cahaya Menyusuri gemintang malamnya, menampik ragu di tepinya ***Banyumas, 26 Mei 2020.

Sebelum Juni

Letih merangkul jiwa Sepi merajam suasana Aku terkapar ruang tanya Tentang dirinya, yang tak kunjung mereda Sampai kapan semua meluka Merajam rasa tak berkata Berat, kita tak bersua Mencibir lalu, berdetik nada Aku menantinya Diujung gusar sunyinya Berkabung hati bersuara Bersenandung, tentang semua ***Banyumas, 24 Mei 2020

Menerka Mendung

Menaruh secercah tanya pada mendung, apakah nantinya ada sosok yang akan menelanjangi bias pandangmu. Aku hanyalah ilalang yang selalu bergoyah kesana kemari kala di terpa angin, lemah gemulai tanpa arah. ***Purwokerto, 19 Mei 2016.

Puasa Mencintai (2)

Aku membacamu dalam bayangan hitam, menari-nari diatas pusaran isi kepala. Disana, engkau memakai kebaya putih milik leluhur kita. Meliak-liuk tubuhmu, bak putri sang raja. Ditengah pergantian dini hari, kakiku melangkah pasti kearahmu. Pelan, dan seiring mendekat di hadapan. Perlahan, wangi melati mengalun lembut di keciuman. Bersamaan dengan harmoninya suara alam, kini aku berdiri dihadapan adinda. Dengan nafas pasti, kita saling bertatap di kedekatan. Pada saat itulah, telapak tanganku membuka kenyatuan dengan telapak tanganmu. Dan kita, sama-sama terhanyut ke dalam romansa paling melelehkan. Tetapi, adinda... Kini alam sedang menahan dirinya, untuk tidak semena-mena pada rencana manusia. Konon, ia menyimpan sebongkah kepastian, yang menguji kesabaran tanda tanya. ***Banyumas, 14 Mei 2020. 

Puasa Mencintai (1)

Apa ada yang lebih ngilu, dari sekadar menahan lapar dan dahaga? Apakah menahan untuk tidak mencintaimu, adalah diantaranya? Bersulang doa, namun tak bertegur sapa. Mamalingkan wajah, tapi berdenyut dalam satu nada. Oh...inikah cendramata dari cinta? Menembus yang tak terbatas, mendulang makna diantara runtuhnya logika. Tetapi adinda... Kita sama-sama mengerti akhirnya. Utamanya, pada endapan ungkap, tak mungkin memecah suci maknanya. ***Banyumas, 13 Mei 2020.

Kepada Adinda (4)

Menahan diri dari lapar dan haus barangkali jauh lebih mudah, dari pada menahan diri untuk tidak mencintainya. Apalagi, dirinya adalah bagian yang sempat menyita waktu.  Dirinya pernah menjadi sekuncup bunga, yang amat engkau tunggu masa mekarnya. Betapa tidak halu, menunggu kapan sang bunga merekah harumnya. Sesaat setelah kerongkongan terbasahi oleh hidangan berbuka, semenjak itulah kerinduan akan temu, menjadi bungkuk mengharap rembulan.  Tidakkah dirimu merasainya, adinda? Misalnya, pada jumpa kita di malam menjelang ramadhan tahun lalu. Atau, terbesitkah dalam benakmu, pada "ketika" yang sempat menjadi ingatan termanis "kita". Adinda, bersamaan dengan riuh malam yang paling sepi ini, aku telah sampai pada titik gusar kedirian, yang menjelma atas meta-makna wajahmu. Disana, ada kata yang begitu mencengkram seisi dada. Katanya, mungkinkah kau aku, menyatu kembali ditengah nada-nada ketaman asmara.  Bah! Adindaku . . . ***Banyumas, 13 Mei 2020.

Korban Virus (6)

Bicara pandemi memang kompleks, walaupun aspek ekonomi menengah kebawah lah yang menjadi korban, namun sejatinya juga merambah kepada kelumpuhan budaya akademik. Keakraban tatap muka, terpaksa dihilangkan sementara. Ujian skripsi misalnya, kini dialihkan menggunakan aplikasi zoom, meet, dan lain sebagainya. Menjadikan kenikmatan berhadap-hadapan tak lagi ada. Aktifitas akademik yang syarat akan dinamika sosial, saat ini berwajah murung sebenarnya. Budaya nongkrong di perpustakaan, kantin, gazebo, kos, pondok, kontrakan, lenyap sudah. Semua beralih ke virtual gadget. Tidak mudah menjalani realitas semacam ini, terlebih kita bisa membayangkan, bagaimana pada situasi normal saja kerap kita temui kesulitan-kesulitan juga.  "The new normal", agaknya menjadi kaidah alternatif dari ketidakpastian pandemi ini. Memang, jalan terbaik untuk menghadapi krisis, hanyalah dengan melawannya. Minimal, menyiapkan strategi untuk menghadapi situasi terburuk sejenis kelaparan kolektif. ***Banyuma...

Korban Virus (4)

Bagi mereka yang sanggup mengambil hikmah di tengah pandemi ini, saya sampaikan; Anda beruntung. Anda adalah manusia yang mungkin menjadi mayoritas. Sebab mereka yang tak mampu mengambil hikmah, otomatis menempati posisi minoritas. Positif dan negatif, acapkali bukan terletak pada kejadiannya, tetapi ada pada pensikapnnya. Sikap yang positif, akan membawa pemiliknya menempuh mekanisme tindakan yang positif pula. Begitu juga sebaliknya, apabila sikap yang dipilih adalah negatif. Sikap sebagai latar utama perilaku, memiliki dinamika yang intens. Pagi begini, sore begitu, malam bisa berbeda sama sekali. Adalah normal bagi manusia seluruhnya, karena tak ada yang bisa mengendalikan lingkungan secara sempurna. Saat pandemi menempuh 28 (dua puluh delapan) hari, fenomena yang cukup berkembang ditengah masyarakat, ialah kriminalitas pencurian. 2 (dua) pekan yang lalu, pakde saya kemalingan motor, dan begitu juga tetangga saya yang kehilangan motornya.  Kalau ada yang memilih untuk mencuri m...

Korban Virus (5)

Tradisi mudik yang menjadi kemewahan tiap idhul fitri, kini tak lagi ada artinya. Mereka yang lolos dari pengawasan polisi, mungkin bisa sampai kekampung halaman. Tetapi tidak sedikit, yang kemudian diperintah untuk putar balik sebelum sampai ditujuan. Selain sebagai tradisi, mudik juga menjadi pelarian bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Kita mengerti, bahwa perusahaan beberapa memecat karyawannya. Mereka kebingungan di kos-kosnya, sebab tabungan yang minim bisa kapanpun habis. Kabar baiknya, sebagian masyarakat yang mampu, memberikan mereka bantuan. Pemerintah pun sadar diri untuk itu, walaupun masih saja terlihat hal-hal yang jelas timpang, dan cenderung bergerak liberal.  Tentu mudah-mudahan, asumsi saya keliru. Akhirnya, mereka yang merantau dan kehilangan pekerjaan, harus menelan pengalaman yang berat. Hidup dalam ketidakpastian, dan kehilangan ekspresi kemesraan dari kebudayaan. Sungguh berat beban yang harus mereka pikul. Syahdan, agaknya tidaklah manusiawi, jika kita te...

Korban Virus (3)

Pandemi rasa-rasanya, benar-benar merusak impian saya. Studi S-2 yang saat ini sedang saya jalani, sungguh terhambat. Tatap muka diganti tatap virtual, menyulitkan saya mencerna pengetahuan yang diberikan dosen. Akhirnya, 2 (dua) mata kuliah 90% berpotensi gagal, alias harus mengulang kembali di semester berikutnya. Hal tersebut masih mending jika kuliah yang saya jalani, menggunakan uang pribadi. Dalam kenyataannya, kuliah ini di biayai oleh orang lain. Jadi, rasa tidak enak apabila gagal, sangatlah tinggi. Hidup dibawah tekanan begini sungguh berat. Mirip seperti sepak bola. Jika klub bermain tanpa beban, maka kemungkinan besar ia akan memenangkan pertandingan. Namun, sebaliknya apabila penuh dengan beban, maka kemungkinan kalahnya tinggi. Beban berat membuat saya pusing, dan rutinitas tidaklah seimbang. Konsentrasi menjadi menurun, membaca dan menulis pun menjadi sangat berat, tidak seperti sebelumnya. Pekerjaan saya, kini di dominasi oleh tidur dan makan, yang sungguh tanpa arti da...

Korban Virus (2)

Sebagai orang yang tengah belajar menulis, ternyata ada-ada saja rintangannya. Dari tidak adanya aktifitas fisik yang memiliki efek buruk terhadap psikis, sampai laptop yang ternyata malah dibawa oleh teman jauh diluar pulau. Belajar menulis, membuakan satu buku telah dicetak, yang kini terdampar di Yogya. Oleh karena kurang enak ongkos kirimnya, kalau sampai diantar sampai Banyumas. Jadi fix, saya belum pernah memegang buku sendiri, yang konon akan di launching untuk kemudian di promosikan. Lagi-lagi, pandemi membuat semuanya berubah sama sekali. Sampai-sampai saya sempat berhutang, untuk sekadar membeli obat untuk penyakit candu. Benar-benar situasi yang sulit. Dengan kondisi seperti ini, terpaksa harus tinggal dirumah orang tua, yang disatu sisi merupakan neraka bagi saya. Sebab, dari kecil saya sebenarnya tidak pernah merasa bahagia tinggal dirumah, sehingga cukup sering harus merantau. Tinggal dirumah adalah petaka yang terus menerus hinggap di dada dan kepala. Kebebasan berekspre...

Korban Virus (1)

Saya kira tidaklah mudah, untuk melewati hari demi hari hanya berteman hape dan buku. Kadangkala, saya juga perlu pergi jalan-jalan, misalnya ke rumah teman atau ke komplek pasar membeli molen dan martabak. Ketika uang terbatas membeli kretek, maka yang lainnya belum sanggup terbeli, mengingat pekerjaan sebelumnya telah hilang. Sedang, tabungan pun akan habis. Semua terpaksa ditahan, tentu rasanya setengah mati. Usaha untuk menemukan keseimbangan baru jelas dilakukan. Dari mencari informasi kontekstual di youtube, wa, dan google, sampai bertanya ulang terkait potensi bakat diri.  Ditengah pencarian keseimbangan baru itu, kabar baiknya datang dari blog saya yang kedapatan sudah bisa menampilkan iklan. Saya bersyukur akan hal itu, walaupun uang yang dihasilkan sementara, belum cukup untuk membayar uang parkir motor di alun-alun.  Syahdan, kondisi kekinian memang agak sulit untuk beradaptasi. Kita bisa mengingat, bahwa saat sebelum adanya pandemi, tidak semua orang juga bisa bera...

Purnama Diujung Rambut

Dengan sesadar sadarnya, pandang mata menampik semua halu membiru Samar terlihat, serupa lingkar menguning sayup Yang dari arah timur, ia menyapa bisu Kadangkala, terdapat munajat tak terucap Ia sekadar membasuh lelaku  Ia sekadar membalut lelaku Purnama diatas rambut, terjaga ditengah gusar Melambai candra utama, menatap kosong kedalam jantung terdalam Sepi, sunyi, dan jarak Melabur mimpi yang kian menjauh Sepi, sunyi, dan jarak Menelan pongah penghuni wabah Sedang, lewatlah lelaki berpeci Beliau mengabari, perihal hidup tanpa mimpi berarti ***Banyumas, 7 Mei 2020.

Ambang Sadar Romansa

Bila saja langit sanggup di jangkau kepala, sudah barang tentu tak ada lagi gundah gelisah Bila mana penghuni bumi bersabda seluruhnya, maka tidak akan kita temukan curiga derita Tapi, nyatanya kita sedang diantara pergulatan batin yang abadi Tengah berselancar diatas bukit berduri ilusi Bahkan, berlabuh didalam kegalauan nyaman tak bertepi Kita mungkin hewan liar berdarah kasih dan sayang Yang tumbuh dan berkembang, dibawah tekanan dan paksaan Ambang sadar romansa, bukanlah pemilik kuasa semesta Bukan juga lebih rendah dari serpih buih Sebab, ia tak lain hanyalah fana yang paling me-logika Sedang, kau dan aku, adalah pelaku dan korban diantaranya Yang kerap menodai, pun terlukai ***Purwokerto, 2 Mei 2020.

Psikologi Pendidikan Karakter 1

1. Secara substansial, perbedaan antara values, moral, dan karakter, terletak pada dasar pijakan atau state of mind dari individu atau masyarakat. Dasar pijakan itu terdiri dari agama dan logika sosial (koherensi, korespondensi, pragmatis). Hal tersebut, berkembangan secara dinamis (interpretatif), bergantung pada perkembangan zaman. Contoh: Ibadah tarawih. Sebelum ada virus corona, orang yang tidak melaksanakan sholat tarawih di masjid akan dianggap bermoral buruk (secara agama dan logika sosial), akan tetapi saat ini tentu anggapan itu berubah.  2. Teori pembelajaran sosial (social learning theory), Albert Bandura. Menjelaskan bahwa, perilaku individu dominan terbentuk dari hasil mengamati dan meniru. Teori ini memiliki peran untuk menerangkan bahwa misalnya, orang akan menghindari mencuri, karena dia mengerti, telah banyak orang yang mencuri, yang kemudian mengakibatkannya masuk penjara. 3. Dalam al-Qur’an terdapat multi pendekatan yang dapat diidentifikasi terkait pendid...

Pembelajaran Quantum 1

1. Prinsip aktivitas dalam pengajaran, meliputi 2 (dua) subjek, yaitu guru dan siswa/peserta didik. Pertama, guru. “you can lead the horse to a water but you cannot make him drink”. Guru memberikan kail beserta keterampilan cara menggunakannya dan bukan memberikan ikan. Dalam artian, guru adalah pemantik atau stimulus jalannya pembelajaran, dengan tetap memperhatian tujuan pembelajaran, ialah perubahan perilaku siswa. Kedua, siswa/peserta didik. Terdiri dari 8 (delapan) prinsip, yaitu: mengamati, berbicara, mendengarkan, menulis, menggambar, motorik, mental, emosional. Diantara prinsip-prinsip tersebut, tingat optimalnya berada pada pendengaran, pengamatan, dan pendengaran. Dari prinsip aktivitas diatas, guru perlu mengelaborasinya dengan prinsip motivasi, individualitas, lingkungan, konsentrasi, kebebasan, peragaan, kerjasama dan persaingan, apersepsi, korelasi, efisiensi dan efektifitas, globalitas, permainan dan hiburan. Adapun penerapannya ditengah pandemi saat ini, guru harus...