Tradisi mudik yang menjadi kemewahan tiap idhul fitri, kini tak lagi ada artinya. Mereka yang lolos dari pengawasan polisi, mungkin bisa sampai kekampung halaman. Tetapi tidak sedikit, yang kemudian diperintah untuk putar balik sebelum sampai ditujuan.
Selain sebagai tradisi, mudik juga menjadi pelarian bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Kita mengerti, bahwa perusahaan beberapa memecat karyawannya. Mereka kebingungan di kos-kosnya, sebab tabungan yang minim bisa kapanpun habis.
Kabar baiknya, sebagian masyarakat yang mampu, memberikan mereka bantuan. Pemerintah pun sadar diri untuk itu, walaupun masih saja terlihat hal-hal yang jelas timpang, dan cenderung bergerak liberal.
Tentu mudah-mudahan, asumsi saya keliru.
Akhirnya, mereka yang merantau dan kehilangan pekerjaan, harus menelan pengalaman yang berat. Hidup dalam ketidakpastian, dan kehilangan ekspresi kemesraan dari kebudayaan. Sungguh berat beban yang harus mereka pikul.
Syahdan, agaknya tidaklah manusiawi, jika kita terus bermewah-mewah, utamanya ditampilkan di medsos, ditengah kegelapan batin mereka, yang kurang beruntung disana.
***Banyumas, 12 Mei 2020.
Comments
Post a Comment