Sebagai orang yang tengah belajar menulis, ternyata ada-ada saja rintangannya. Dari tidak adanya aktifitas fisik yang memiliki efek buruk terhadap psikis, sampai laptop yang ternyata malah dibawa oleh teman jauh diluar pulau.
Belajar menulis, membuakan satu buku telah dicetak, yang kini terdampar di Yogya. Oleh karena kurang enak ongkos kirimnya, kalau sampai diantar sampai Banyumas. Jadi fix, saya belum pernah memegang buku sendiri, yang konon akan di launching untuk kemudian di promosikan.
Lagi-lagi, pandemi membuat semuanya berubah sama sekali. Sampai-sampai saya sempat berhutang, untuk sekadar membeli obat untuk penyakit candu. Benar-benar situasi yang sulit.
Dengan kondisi seperti ini, terpaksa harus tinggal dirumah orang tua, yang disatu sisi merupakan neraka bagi saya. Sebab, dari kecil saya sebenarnya tidak pernah merasa bahagia tinggal dirumah, sehingga cukup sering harus merantau.
Tinggal dirumah adalah petaka yang terus menerus hinggap di dada dan kepala. Kebebasan berekspresi terhambat, sinyal internet lemot, penghasilan tidak ada, dan yang paling parah, setiap hari harus bertemu dengan orang-orang yang cukup saya benci.
Damn!
Saya benar-benar menderita. Ditambah pujaan hati, yang belum kutemui juga. Lengkap sudah.
Namun, penderitaan tidaklah selamanya. Saya masih sangat bersyukur karena alhamdulillah memiliki Ibu yang selalu memahami. Walaupun tiap detik, saya menahan malu, karena sampai sebesar ini, belum pernah bisa memberikan kebahagiaan untuknya.
***Banyumas, 11 Mei 2020.
Comments
Post a Comment