Aku membacamu dalam bayangan hitam, menari-nari diatas pusaran isi kepala.
Disana, engkau memakai kebaya putih milik leluhur kita.
Meliak-liuk tubuhmu, bak putri sang raja.
Ditengah pergantian dini hari, kakiku melangkah pasti kearahmu.
Pelan, dan seiring mendekat di hadapan.
Perlahan, wangi melati mengalun lembut di keciuman.
Bersamaan dengan harmoninya suara alam, kini aku berdiri dihadapan adinda.
Dengan nafas pasti, kita saling bertatap di kedekatan.
Pada saat itulah, telapak tanganku membuka kenyatuan dengan telapak tanganmu.
Dan kita, sama-sama terhanyut ke dalam romansa paling melelehkan.
Tetapi, adinda...
Kini alam sedang menahan dirinya, untuk tidak semena-mena pada rencana manusia.
Konon, ia menyimpan sebongkah kepastian, yang menguji kesabaran tanda tanya.
***Banyumas, 14 Mei 2020.
Comments
Post a Comment