Skip to main content

Manusia Manusia Semacammu (3)

"Rega nggawa rupa"; harga membawa penampilan. Kira-kira begitu, bunyi hukum alam berlaku. Punya sigini, dapatnya segini. Dapat segitu, kalau punyanya segitu.

Tetapi, bagaimana dengan moral? Apakah kemudian berlaku didalamnya, atau ada distingsi dalam lingkupnya?

Sore menjelang senja, lampu-lampu kota mulai menyala. Hiruk-pikuk pejuang kehidupan, rata-rata tengah berpulang. Jalanan padat merayap, gesekan batin sama-sama ingin mendahului kepulangan. Ditengah arus besar peristirahatan rutin harian, ada pula yang baru saja berangkat menuju lahan garap perjuangannya.

Para pelaku perjuangan itu, mengarungi jalan sunyinya masing-masing. Pendapatan secara ekonomis, jelas berbeda. Kelas atas, menengah, sampai bawah, memadat dan berkerumun riuh di sela-sela bidang ma'isyahnya.

Konon, orang yang berpendapatan ekonomi atas, berlaku bagi mereka yang pandai "jualan", apapun itu. Dari kebutuhan pokok, sampai hiburan belaka, semuanya berhukum sama. 

Berbanding terbalik, mereka yang dinobatkan menjadi "manusia pinggiran", alias ekonomi bawah. Jangankan menyisihkan uang untuk hari tuanya, sehari-hari saja kerapkali kelimpungan memenuhi kebutuhan dasarnya.

Syahdan, pada dimensi yang faktual, perihal moral tak memandang kelas sosial, nasab, kuasa, apalagi ekonomi. Bukan indikator "bermoral" atau "tidak bermoral" yang menjadi titik berangkat bahasan, tetapi lebih kepada kehati-hatian bersikaplah yang acapkali luput dari kita kebanyakan.

Sayangnya, kebutuhan dominasi "atas" dan "bawah", jauh lebih menarik perhatian manusia. Alih-alih, itu hanya menguras energi, sekaligus penghancur utama harga diri peradaban.

***Solo, 30 Juli 2020.



Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-