Bahkan, lekuk wajah adinda kala itu, masih saja kami simpan sebagai ungkapan kekesalan.
Semacam dentuman keras, dari titik qalbu yang paling riskan.
Acapkali, bayangan itu menghantui kami.
Sesekali, menjadi hiasan nurani, saat mengarungi jalan ramai yang paling sunyi.
Tetapi adinda, apakah pernah engkau terbayang soal ini?
Misalnya, tentang bagaimana embun pagi, dengan amat bersahaja, membersama daun matoa di hadapan hati.
***Purbalingga, 26 Maret 2020.
Comments
Post a Comment