Wajah, yang selalu ada dalam ingatan.
Wajah, yang tak pernah absen dari kesejarahan diri.
Figur, yang menjadi titik berangkat dan kepulangan sekaligus.
Inginku, sampaikan ini secara langsung.
Harapku, bisa aku pesankan padamu, lewat tangis yang menderu.
Tetapi, sungguh tak kuasa aku memikul malu.
Betapa tulus cinta dan kasihmu.
Betapa pengorbanan, tak cukup waktu menghitungnya.
Sampai-sampai, diriku ini tak terperikan untuk meneteskan peluh yang terpendam.
Atas nama Tuhan yang maha dari segala maha.
Aku gagal mengemban amanah tersiratmu.
Aku gagal menanggungjawabi semua mimpi yang engkau titipi.
Dan aku teramat bangkrut, untuk mampu memelukmu dari dalam sanubari.
Kini, yang tersisa hanyalah permohonan dari lubuk terdalamku.
Tolong, maafkan buah hatimu.
***Purwokerto, 20 April 2020.
Comments
Post a Comment