Gadis-gadis desa itu, tak berhenti menatap rerumput hijau di tepian.
Sesekali, ia menjamah angin di sekitaran lewat resap hidungnya.
Sembari, terdengar sayup pipit, mencandra kedua telinga mereka.
Berkata kedua mata mereka, menarik irama dekade jalan.
Kerinduan akan jumpa, tak terperikan dari gambar wajah mereka.
Titik-titik nestapa, teramat jelas mengulas luas disana.
Gadis-gadis di desa itu, mensuar makna terjal nasibnya.
Bertanya kepada semesta, perihal akan yang menyerta.
Bergumam sesal, atas ulah para pendahulunya.
***Purwokerto, 22 April 2020.
Comments
Post a Comment