Hidup selalu dihadapkan pada soal pertaruhan, antara ini atau itu. Ini dan itu, adalah perumpamaan dari pilihan-pilihan. Setiap harinya, manusia pasti melewatinya. Dari mulai pilihan kecil dan besar. Mulai nanti makan apa, sampai profesi apa di waktu mendatang, dan seterusnya.
Ketika situasi normal (saat sebelum negara Corona menyerang), manusia bertaruh akan masa depannya, menimbangnya dengan presisi ala kadarnya, untuk kemudian dijalani semampu-mampunya. Namun, kini semua berubah sama sekali radikal adanya.
#WorkFromHome #JanganMudikDulu #StayAtHome #DirumahAja, adalah sekaliber hastag yang ramai dijagat maya manusia +62 ini. Kalau mau dibilang "normal" jelas tidak. Nyatanya, kejiwaan terguncang, dan tentunya mentalitas ikut #LockDown. Meski, sekadar dipaksa #PhysicalDistancing #SocialDistancing, bahkan mungkin saja #RinduDistancing.
Kota sepi, desa apalagi. Pasar sunyi, mol-mol jangan ditanya lagi. Hiburan malam mendadak senyap, sedang kerumunan anak-anak muda mendadak tak berarti. Dan medsos, semakin membanjir informasi, "corona dulu, corona nanti, corona terus".
Dari basisnya yang bergerak, manusia dipaksa terdiam dikandang. Kunci mati ruang gerak. Pilihan-pilihan tak lagi menjadi pilihan. Karena semua mengidap asas tunggal, adalah #DirumahAja.
Disaat-saat yang penuh griming-griming dilematis ini, beberapa orang menghimbau untuk "mari kita cari hikmahnya saja". Oke, ngomong seperti itu mudah. Melakukannya jelas setengah mati. Apalagi, "negara" semacam terus bermain akrobat di tv. Pusat monda-mundu, sedang Daerah garang sekali.
Tulisan ini hanya sekadar lamunan saya, dari pada clangab clongob. Bukan soal penting tidak penting, tapi ini tentang urgensitas manusia untuk tetap adaptif dan fleksibel dengan semua jalan hidup yang serba uncertainty. Saya sekadar mengucapkan, jangan lupa menderita, karena bahagia itu sudsh teramat sering kita ingat.
***Banyumas, 2 April 2020.
Comments
Post a Comment