Diatas semua derita, aku membayangkan kehadiran pelita.
Sebuah pesan, yang datang tak menghilang.
Ia setia, menjembatani, dan suka-rela membersama.
Atas nama semua bahagia, aku terpaku pada ucapan logika.
Bahwa dunia, tengah di landa luar biasanya fenomena.
Terbungkam curiga, terkapar dalam khawatirnya suasana.
Dibawah alam imaji, aku tak terima semua ini terjadi.
Menyangkal penggalan informasi, menepis guratan delusi.
Bahkan, harus mencekik mati indahnya basa-basi.
Mungkin, engkau tak percaya akan hal ini.
Misalnya, apa guna lagi kemewahan gengsi.
Jika pada saat tertentu, harus punah oleh batasan kalkulasi.
Aku, mereka, dan barangkali kita semua, telah sampai pada titik sadar paling gusar.
Ialah pada ruang sempat, yang tertandas oleh janji imani.
***Purwokerto, 18 April 2020.
Comments
Post a Comment