Betatapun pedihnya, waktu hidup terus berjalan. Waktu tidak mengenal permisi, dan amat jelas nihil ma'ruf dari apa yang tengah terjadi.
Apapun masalahnya, waktu sama sekali tidak acuh. Apalagi sampai membingkai rentang jalan sedemikian santun, itu impossible.
Entah, nafas semacam kehilangan dirinya sendiri. Padahal, teramat sering usaha menemukannya ditempuh. Terseok-seok masa, untuk kemudian tersungkur jatuh, dan lalu buta, akan kemana arah pulang.
Saya, dan mungkin kita sempat mengalami. Betapa dunya la tarham benar-benar hadir sebagai tamu tak terduga. Maka, yang terjadi hanyalah kalah, dan tak ada satupun manusia yang memahaminya, apalagi mencoba bertindak menolong.
Apapun sudah ditempuh, bagaimanapun telah dicoba, sekalipun harga diri kerap di pertaruhkan. Tetapi, ephemera semesta yang kuasa atas itu semua.
Dan, waktu terus berjalan. Sekalipun kita memilih untuk berhenti dari peredaran. Pada akhirnya, yang engkau tahu hanyalah engkau tidak benar-benar tahu. Baik ini, entah itu.
Dari sini, pada titik ini. Sekelumit tanya tak terjawab sempurna. Yang sesekali, gumam jiwa bersenandung, "aku hendak pulang menuju pelukannya".
Engkau hanya yakin, disanalah tempat istirahat paling nyata, dibalik nestapa dan bahagia yang menumpuk sia.
***Banyumas, 6 April 2020.
Ka dhimas butuh kehangatan..
ReplyDeletehahaha disini terlalu dingin
ReplyDelete