Skip to main content

Ngobrolin Kepala

Riuh-rendah terdengar dari mulut-mulut anak muda. Nampaknya, mereka tengah memperbincangkan sangkan-paran komunitasnya. Kontennya cukup berat, adalah terkait pergantian pergantian kepala.

Kepala memang barang vital, sebab ia penentu segala macam tindakan. Pada kepala, seluruh jenis keluhan ditampung, untuk kemudian diharapkan terdapat praksis-solutif.

Anak-anak muda itu, saling memberi asumsi, hipotesis, argumen, beserta sederet konsekuensi. Peta politik mereka taruh diatas meja perdebatan. Tak terkecuali, kelebihan dan kekurangan dari kontestan.

Mereka nampak serius, namun tetap santuy dengan selingan-selingan kelakarnya. Kali ini bukan kopi tubruk yang ada dihadapan, melainkan kecemasan akan terjadinya clash yang destruktif. Karena ini soal masa depan, ujar salah satu anak muda yang berpenampilan nyentrik.

Suasana menjadi hangat-hangat sedap, sesaat setelah anak muda yang memakai kaos oblong berujar, "calon terkuat untuk jadi kepala hanya ada dua!"

Kemudian, ujaran tersebut mendapatkan respon dari anak muda yang tengah bermesraan dengan kreteknya, "kita butuh memunculkan calon alternatif!", katanya.

Seluruh jenis kemungkinan mereka munculkan, dengan sekelumit sebab-akibat yang bisa jadi muncul. Plan A, plan B, plan Z, oleh anak-anak muda ini disodorkan. Pun, strategi dan taktiknya. Terlihat kegigihan dan kelincahannya, membaca fenomena yang ada.

Membicarakan kepala bagi mereka, adalah sense of belonging tersendiri. Karena mungkin, bagi mereka kepala adalah segalanya. 

Namun, ada hal yang belum mereka bicarakan dan bahas (mudah-mudahan nantinya akan). Adalah bagian "tubuh" lain, selain kepala. Yaitu tangan, kaki, alis mata, sampai kuku ibu jari.

Anak-anak muda ini, patut diajungi jempol "lima". Sebab, disamping anak-anak muda tadi tengah mengadakan discourse tentang kepala. Ada sekelompok anak-anak muda disampingnya, yang masih asik dengan dunia "anak-anak". Anak-anak muda yang masih "anak-anak" ini, hanya menjalankan rutinitas, haha-hihi-haha-hihi an sich.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 6 Desember 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-