Skip to main content

Warisan DNA: Dilema Andil yang Menggelitik.

Ada yang cukup "menggelitik", dari mukadimah Juguran Syafaat, yang mengangkat tema "Warisan DNA", pada 14 Desember 2019 lalu.

Dalam mukadimah tersebut, dibahas tentang persoalan "andil". Andil disini, menyoal tentang subjek dan objek perubahan dalam kehidupan masyarakat. 

Disana pula, dikatakan bahwa manusia acapkali mengeluh atas perubahan yang terjadi (yang tidak dikehendaki). Maupun, perubahan yang telah di desain, namun tidak mendapatkan hasil yang sesuai.

Jika pembaca sekalian berkenan lebih lengkap mengetahui isinya, bisa dilihat di wesite resmi juguransyafaat.com atau caknun.com.

Berangkat dari mukadimah tersebut, nampaknya kita (masing-masing), dapat mengkontekstual-kontekstualkan dengan aktifitas yang sedang kita hadapi. Yang mana, segala macam dan jenis perubahan itu, tidak dapat kita hindari. Dalam artian, tak dapat dilepaskan begitu saja, dari apa yang kita lakukan, maupun yang tidak kita lakukan.

Jadi, mau melakukan ataupun tidak (ucapan/tindaka), ternyata didalamnya sama-sama terdapat pengaruh perubahan itu sendiri.

Dalam mukadimah forum maiyah Banyumas raya diatas, yang menjadi titik penekannya adalah, seminimal-minimalnya walaupun apa yang telah rapih disusun tak jadi terwujud, kita dapat memberi "Warisan DNA", akan formula yang lebih lengkap.

Namun, ada satu yang menjadi pertanyaan, yaitu apakah warisan yang menaruh kesan future itu, yang juga sekaligus dinastif, akan bisa di cerna secara akal sehat?

Mungkin, jawaban yang paling aman adalah, tetap menjalin ukhuwah kepada apapun itu, dengan pertimbangan moral dan intelektual. Sekalipun, tetap akan menyisakan problema-problema baru, dalam range "andil", yang sebelumnya kita bahas.

Yang tetap menarik, ialah ruan misterius antara sebab dan akibat. Yang kerap kali, justru terdapat irisan ditengah nasib dan perjuangan. Yang terkadang berpola linier, pun berpola siklikal. Atau, tidak kedua-duanya.

Setidaknya, dengan sadar akan "andil" masing-masing, kita tidak sembrono dalam bertingkah. Juga tidak semena-mena, dalam berucap. Sebab, apapun itu, akan terus-menerus menyimpan impact.


Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 15 Desember 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-