Skip to main content

Apa Ada Angin di Surakarta (38)

Badan yang "terpaksa" berjibaku dengan keadaan, pada akhirnya harus tumbang. Jadwal yang telah terpapar, kemudian mesti terlewat. Untung saja, belum musnah seluruhnya. Masih terdapat penggalan yang mampu untuk dihadiri.

Sesaat setelah pintu kelas dimasuki, mata menatap keseluruh ruangan yang telah sesak dipadati para "mahasiWa" senior. Namun, ada sisa kursi kosong dibelakang, yang kemudian aku singgahi.

Waktu kegiatan dalam kelas yang tinggal beberapa menit itu, menarik perhatianmu kala itu. Engkau menyapa dengan hangat, "Jam segini kok baru masuk?".
Sontak aku menimpalinya dengan berbisik, "iya..mau absen saja".

Selang beberapa saat, ketika riuh-rendah kelas saling bersaut, tiba-tiba dirimu menyapaku kembali, sambil menyipratkan senyuman. "Kamu, smoker n' author, ya?".

Seketika, aku meresponnya dengan melontarkan kalimat, "bau nya jelas banget yah", sambil nyengir kuda. Waktu itu, engkau hanya tersenyum.

Kemudian, aku menanyakan kepadanya, "memangnya, kamu pernah baca tulisanku?".

Engkau lalu, menjawabnya dengan lembutmu yang khas. "Yap, pernah." Kemudian, dirimu berkata, "kamu sepertinya melankolis yah".

"Aku plegmatis", jawabku. "Yang ku tulis itu, lebih banyak cerita orang lain", tambahku.

"Ah..gak percaya aku", katamu sambil sedikit menoleh ke arah kursi yang aku duduki, tepat dibelakangmu.

"hehehe", hanya itu, respon yang muncul dari dalam benak ini.

Mungkin saja, engkau percaya. Mungkin pula tidak. Yang jelas, kedua-duanya sama-sama diperbolehkan.

Terakhir, engkau memberi simbol jempol sembari tersenyum, sesaat setelah "Oase Nusantara", tenyata pernah dan masih, sama-sama kita singgahi. 

Dan, yang teramat nampak dengan jelas, adalah Angin di Surakarta yang sedang cantik-cantiknya.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 15 Desember 2019.



Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-