Bukan sesuatu yang mudah, apabila yang kita hadapi adalah hal yang sebenarnya bukan menjadi keinginan. Apa yang telah dialami, bukanlah bagian dari rencana.
Dalam rentang kehidupan yang serba uncertainty ini, kerap kali kita dihadapkan dengan segala hal yang sulit dalam sekejap diterima begitu saja. Maka tak heran, jika kemudian muncul frasa "bahwa pengalaman adalah guru paling kejam, bukan sekadar guru terbaik an sich".
Mungkin, apabila peta kehidupan belum disusun sedemikian rupa, serta pola yang sistemik belum juga dicipta, sepertinya tidak terlalu menjadi soal, apabila yang menjadi krenteng ati, kemudian tak ter-ijabahi.
Namun, jika semua itu (peta dan pola), telah tersusun, namun tak terwujud, disitulah kita kembali mengingat salah satu entitas "sabar".
Innalloha ma'a shobirin, lebih sering terngiang dalam suasana duka yang menimpa.
Entah, apalah daya manusia. Ia hanya ciptaan semata. Ia hanya mengikuti alur penguasa semesta. Ia hanya pengelola, bukan pemilik utama. Dan, ia hanyalah titik diantara banyakanya tinta.
Hah.
Ditengah kompleksitas makna dibalik peristiwa, rupa-rupanya kita baru sampai pada kesadaran mengeja. Iya, hanya mengeja, tidak atau belum sanggup membaca.
Kabar terakhir, sementara itu dulu.
Semoga, selalu ada ruang terdalam, untuk selalu siap terselundup oleh dekapan angin di Surakarta yang membiru.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 24 Desember 2019.
Comments
Post a Comment