Hancur tak beraturan, seperti itulah ketika wajahmu hadir dihadapan. Membuat sekujur tubuh kaku dan ngilu. Seolah-olah, ada gertak yang tercipta, dari kesemuan kedua bola matamu itu.
Jelas, kata pun tak sekilas mendetak. Bagai jantung yang tersayat pedang tajam, lumpuh berserakan. Tak tertahan, tak terkecualikan.
Barangkali, engkau tak sadar, bahwa dihadapanmu, ada sosok yang terlumpuhkan. Ada sosok yang telah engkau taklukan, hanya dengan sepercik celup senyumanmu.
Apalagi, sesaat sebelum engkau meninggalkan lampu-lampu di kedai ini, engkau tertawa kecil, sedang aku pun tersungkur jatuh dalam imajiner paling menderita.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 1 Desember 2019.
Comments
Post a Comment