Mendapatkan "beban" menjadi kepala suku dalam biro human development, adalah pressure tersendiri.
Bagaimana tidak? Hampir seluruh gugatan mengenai kualitas dan kuantitas, dengan gamblang di "tuduhkan". Kalau bagus, dianggap normal-normal saja. Namun jika kebalikannya, lontaran cemooh "nyampluk rai".
Yang namanya "suku", jelas mengandung dinamika-dinamaka. Pun, gesekan-gesekan tak terbendung. Dalam arti yang terlihat jelas, maupun yang masih unknown
Dalam kondisi-kondisi semacam diatas, jeroning roso amat sumpeg untuk meroproduksi ide. Jeroning ndas, berat untuk memuncak kembali, menemukan kebringasan menjadi man of action.
Antah berantah....
Agaknya, kita butuh kawah candradimuka, untuk meblejeti habis-habisan untuk menemukan kembali "diri" yang "diri".
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 12 Desember 2019.
Comments
Post a Comment