Pak RT yang sedang asyik masyuk kasmaran,
tiba-tiba kedapatan pesan singkat dari kawannya yang kebetulan tetangga
komplek. Pesan singkat tersebut, pada intinya tertulis bahwa Pak Gagang minta
ketemuan ngajak main gaple. Sontak, Pak RT meng-iya-kan ajakan tersebut. Disamping
karena main gaple itu, adalah salah satu passion hidupnya.
Lokasi yang ditempuh untuk main gaple itu,
tidak jauh. Kalau di kalkulasi menggunakan google map, menunjukkan jarak tempuh
7 menit. Malam yang pada waktu itu sudah menunjukkan dini hari, seakan-akan
menambah kesemraan pertemuan antara Pak RT dan Pak Gagang. Pak RT dan Pak
Gagang, konon sebelumnya belum pernah ketemu. Dalam arti, ketemu yang “main
gaple beneran”. Main gaple disini, jelas tidak free value. Jadi, main gaple
hanyalah semacam media, untuk mengantarkan pada kesempatan dan momentum untuk “ngobrol-ngobrol”.
Basa-basi telah dilewati dengan seksama, oleh
kedua belah pihak (baca: Pak RT dan Pak Gagang). Selanjutnya, Pak Gagang ber-prolog
panjang lebar. Kemudian Pak Gagang, sambil memegang kreteknya, menatap
dalam-dalam mata Pak RT, sembari mengatakan “Pak RT, kami membutuhkan bantuan panjenengan,
untuk ikut ambil bagian ngurusin wilayah kekuasaan komplek saya!”
Sesaat setelah kalimat “minta tolong” dari Pak
Gagang terdengar ditelinga, Pak RT mengambil nafas dan jeda beberapa detik,
untuk kemudian menjawab. “Memangnya, komplek kekuasaan Pak Gagang sedang kenapa?”,
respon Pak RT, dengan wajah polosnya. “Pada intinya begini Pak, komplek kami
itu sedang mengalami berbagai deret musibah, dan yang paling kami resahkan
adalah musibah trust masyarakat kepada kami, selaku pihak yang sedang berkuasa”.
Pak RT kemudian melontarkan respon pendek, “ooh gitu toh Pak”.
Sebenarnya, musibah yang dialami oleh komplek
Pak Gagang itu, sudah diketahui oleh Pak RT, jauh-jauh hari. Sebab, di media
sosial setempat, kerap kali musibah demi musibah diberitakan. Kemauan untuk menolong,
sesungguhnya sudah dimiliki oleh Pak RT, akan tetapi sengaja di diamkan oleh
Pak RT, sampai benar-benar Pak Gagang membutuhkan uluran tangannya. Tidak bisa
disangkal, bahwa trust publik, adalah harga diri dari seorang pemimpin.
Musibah yang terjadi di komplek Pak Gagang
itu, konon berawal dari proses pemilihan yang tidak fair saat pemilu komplek,
sampai pada kurang seriusnya tata kelola yang dilakukan kepengurusan tim dari
Pak Gagang. Jadi, cukup wajar, seandainya masyarakat marah. Walaupun marahnya
tidak beraturan, dan memiliki konotasi yang amburadul. Mau se-amburadul apapun
kemarahan masyarakat, adalah simbol utama, dari auto kritik terhadap rezim
kekuasaan.
Pak Gagang yang memiliki keahlian analisa, beserta
peralatan deteksi probabilitasnya, mengharapkan agar Pak RT, nantinya tampil
sebagai panglima peleraian, untuk kemudian mengembalikan trust masyarakat. Akan
tetapi, permintaan dan permohonan dari Pak Gagang tersebut, oleh Pak RT di
delay. Sebab, Pak RT yang “sangat polos ini”, akan meminta pandangan dan
pertimbangan, dengan kawan-kawan seperjuangannya. Langkah Pak RT ini, semacam ekspresi
etis yang wajib dilalui.
Pak RT yang oleh beberapa kawannya dikatakan
memiliki daya pikat kultural ini, mengatakan “Pak Gagang ini, harusnya dewasa
dalam bermain gaple politik, seharusnya yang menjadi pertimbangan itu bukan soal
kalah dan menang, akan tetapi harus memposisikan keluhuran bersikap terhadap wilayah-wilayah
privat nilai kemanusiaan, terutama soal integritas seorang pemimpin! Apalagi,
ditambah Pak Gagang ini, kemarin sudah melakukan pembunuhan terhadap masa depan
banyak orang”.
Wallohu a’lam.
Sukoharjo, 14 Oktober 2019.
CEME ONLINE
ReplyDeleteAGEN POKER RESMI TERPERCAYA DI ASIA
- ADU Q
- DOMINO QQ
- BANDAR Q
- BANDAR 66
- BANDAR POKER
- POKER
- SAKONG
- CAPSA SUSUN
-PERANG BACCARAT
YUK JOIN , CS Yuliana Siap Bantu kak :)
WhatsApp : +855 963 599 564
Instagram : SandsQQ
SandsQQ