Jika datangmu hanya untuk meredam sepi, maka lebih baik apabila yang kau datangi itu, adalah keramaian. Bukan datang pada hatinya.
aSebab hati, memiliki seribu satu impresi yang tak terkendali. Hati mempunyai sejuta warna konklusi, yang apabila kau dekati, bisa jadi keliru menarik simpulan.
(Kita) memang sama-sama memiliki sepinya sendiri, akan tetapi tolonglah, untuk lebih berhati-hati pada hati. Ia sangat riskan untuk menaruh harap, sangat rentan untuk terkena senyap yang gelap.
Kalau kau datang karena membenci sepi, bukan bermaksud ingin dilengkapi, jangan pernah sekalipun hadir. Jangan pernah memberi per-hati-an lebihmu. Jangan pernah menyentuh area-area lemah psikis.
Dan, tentunya sikap dan tindakanmu, jangan pernah berlaku seolah-olah. Sikap dan perilakumu juga, jangan pernah melontarkan sendunya pagi.
Senja memang hanya milik sang jingga, namun kau adalah miliknya, bukan milikku. Jadi, pergilah menuju hatinya, jangan pernah lagi datang menghampiri jiwa yang pernah kau lukai.
Biarkan kesendirian menjadi penyembuh, atas segala acuh dan angkuhmu, terhadap semua hal, yang terlewat dan tergores begitu saja. Walaupun wangimu, kerap melintas dan membekas.
Angin di Surakarta-lah, barangkali yang mampu membersamai dalam setianya. Bukan dirimu, yang hanya dan hanya, selalu arogan dan bangga, atas egomu yang palsu.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 31 Oktober 2019.
Comments
Post a Comment