Skip to main content

Atensi Perjalanan

Terkadang, ketika saya memulai untuk menulis, khususnya untuk mengisi blog pribadi, ada sebuah perasaan dilema. Perasaan dilema tersebut, khususnya ada pada tujuan kenapa menulis. Dulu, ketika masih umur belasan tahun, saya menatap wajah penulis dengan penuh kekaguman. 

Mendengar apa yang ia tuliskan, hati berdecak kagum. Memikirkan setiap kata, term, idiom, frasa, kalimat, eksplanasi ide, deskripsi fenomena, dlsb., yang ia tuliskan, kemudian akal memberi penilaian berupa kehebatan.

Tujuan menulis, dalam rentang waktu yang cukup panjang ini, yaitu sejak tahun 2014, membuat bulu kuduk akal dan hati saya terus menerus berjumpa sisi-sisi dilematis, apakah tujuan saya hanya untuk sekadar populer, pamer kepintaran, dan segala jenis dosa dan penyakit hati se-genre dengan riya dan sombong.

Saya sampai sekarang, masih berusaha untuk menggalkan sisi-sisi dosa dan penyakit hati tersebut, dan terus berjuang agar beranjak pada sisi-sisi yang berpahala dan bermakna bagi banyak orang. Seperti, untuk amal jariyah berupa ilmu yang bermanfaat, berbagi pengetahuan dan pengalaman, menginspirasi masyarakat, menghidupkan api literasi, mengabadikan kata, melawan lupa, dlsb., yang pada esensinya mengandung nilai positif konstruktif.

Hemat saya, tolok ukur keberhasilan setiap mereka yang memiliki kecenderungan minat bahasa tulis, adalah memiliki sebuah karya yang mampu dibaca dan bermanfaat bagi banyak orang, terkhusus memiliki sebuah karya dalam wujud buku.

Jujur saya, inspirasi saya menulis, paling tidak sejak saat umur saya masih belasan tahun, adalah Raditya Dika, Emha Ainun Nadjib, Brilli Agung, Amien Rais, Din Syamsuddin, Haedar Nashir, Anies Baswedan. Tokoh-tokoh yang saya sebutkan diatas, telah mewarnai kondisi psikologis saya, kira-kira hampir 10 tahunan ini.

Upaya untuk memiliki buku, sudah ada sejak dulu. Proses demi proses telah dan sedang terus menerus dilakukan. 

Yang jelas, motif kenapa saya menulis, salah satunya adalah barangkali karena saya memiliki taqdir introvert. Juga, saya sadar betul, kalau-kalau ayat Al-Qur'an tidak dibukukan, hadits-hadits tidak dituliskan, maka saya yakin Islam tak mampu kita alami hari ini, khususnya pada soal teks qowliyah.

Dukungan, terlebih pada aspek wa tawa show bil haq, wa tawa show bis shobr, tentu sangat saya harapkan, terkhusus bagi teman-teman yang paling tidak pernah membaca tulisan saya, dan seminimal-minimalnya teman-temen yang mengenal saya.

Saya mengajak, mari kita temukan potensi terbaik kita, lalu sama-sama untuk berjuang, kemudian saling memberi do'a, dukungan, dan attention. Semoga, cahaya Tuhan senantiasa memberi arah ketepatan perjalanan.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 8 Oktober 2019.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-