Setiap orang, paling tidak yang pernah saya temui, pernah mengalami sebuah persoalan. Entah dalam hal ekonomis, politis, dst., sampai perihal romantis. Beberapa orang kemudian memilih untuk melonggarkan otot-otot fisik, sampai urat-urat psikisnya. Bisa jadi, itu pure merupakan pilihannya, dan bisa jadi karena keadaan yang memaksanya. Keadaan acapkali, memberi semacam benturan keras yang represif, terlait persoalan diatas tadi.
Orang bijak mengatakan, "lebih baik merencanakan gagal, dari pada gagal berencana". Quote tersebut, secara universal adalah bermuatan positif. Terlebih bagi anak muda yang masih punya darah segar menggebu-gebu untuk meraih cita dan cinta. Kekuatan perencanaan (the power of planning), sangatlah banyak kita jumpai, orang yang membuatnya (baca: planning). Akan tetapi, ketahanan untuk tetap fokus dalam planning tersebut, yang saya lihat belum lah banyak.
Sebagai contoh, pada awal tahun orang berbondong-bondong membuat sebuah "resolusi". Namun, seringkali hanya bertahan (kekuatan fokusnya), 1 sampai 2 bulan. Setelah itu, bisa jadi ambyar tidak terkontrol.
Orang bijak (lagi), mengatakan "mencapai itu lebih mudah, dari pada mempertahankan". Membuat plannig itu adalah sebuah pencapaian. Sedangkan mempertahankan adalah kekuatan fokus (the power of focus).
Planning dalam hal ini, bisa berbentuk jangka panjang, menengah, dan pendek. Bisa soal apapun, tetapi biasanya orang membuat planning itu masih terlalu abstrak, tidak bersifat kongkret. Nah, ini termasuk kelemahan.
Ketika planning itu abstrak, maka action-nya juga abstrak. Berbeda jika planning itu kongkret sekaligus mendetail, maka action-nya juga kongkret dan mendetail. Detailing itu penting, untuk memandu action secara fokus, rapih dan teratur.
Soal-soal diatas, yang sudah dibicarakan tadi, berlaku untuk semua hal. Tidak terbatas pada usia, profesi, hobi, atau bahkan kondisi hati.
Ditengah problem yang kita persepsikan besar, maupun kecil, agaknya kita perlu senantiasa memperbarui planning. Seperti aplikasi android kita, yang kerap "mengajukan permohonan" untuk di perbarui.
Urgensitas planning, dalilnya itu sederhana, ialah karena "kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di hari esok". Maka jalan satu-satunya adalah mempersiapkannya. Sebab hari esok/ masa depan, merupakan sesuatu yang harus dipersiapkan, bukan untuk dikhawatirkan.
Dalam rangka mempertahanan (fokus) ber-aksi dalam planning, orang Jawa punya philosophy "alon-alon asal klakon". Falsafah tersebut, bukan berarti santai-santai asalkan berjalan, akan tetapi ketepatan pikiran dan tindakan.
Godaan planning akan selalu ada, misalnya wanita, harta, dan tahta. Namun itu semua hanyalah "godaan", yang jelas memiliki sifat menguji, seberapa kuat kita survive. Jika godaan tidak menghancurkan, maka akan menguatkan. Terlebih bagi orang kita (Indonesia), yang sudah syarat pengalaman dihancurkan, khususnya secara moral dan intelektual. Maka untuk "terjatuh pada lubang yang sama", jelas minimalis.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 6 Oktober 2019.
Comments
Post a Comment