Sayang itu bukannya hilang, atau tergantikan. Ia sekadar terus berjalan. Ia hanya menepi, lalu menengah.
Sayang itu akan selalu ada, tanpa akibat ataupun sebab. Ia mungkin datang dan pergi. Tapi, bukan untuk disudahi.
Barangkali, datangku agak sedikit terlambat. Namun aku percaya, inilah rentang yang tepat. Aku harus percaya, jika semesta selalu tahu merangkai yang semestinya.
Mungkin kita korban.
Tapi percayalah..
Cahaya lebih mengerti, kemana ia menyisir pekat.
Bisa jadi, aku bukanlah yang terbaik bagimu. Namun, berikanlah relung rindumu padaku, barang sejenak.
Karena semogaku, tak berhenti berdetak menyebut namamu, Cahaya.
Disini, aku sama sekali tak memungkiri. Bahwa, Cahaya itu ada di dada.
Sekali lagi, bukan maksudku merayumu.
Sekali lagi, ini hanyalah keapadanyaanku.
Sebab, aku pun pernah bertanya, apa ada angin di Yogya?
Dan kini, sampailah hati pada sebuah kesimpulan. Bahwasannya, Cahaya adalah jawabannya.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 25 Januari 2020.
Comments
Post a Comment