Sesak yang mendekap.
Begitulah gambaran kecil, dari sekelumit rasa yang tengah
melumat jiwa.
Rasa memang tak berbicara, tapi ia ada dan nyata.
Bukan tentang yang bagaimana, namun terkait dengan yang
senyatanya.
Kebutaan yang dimiliki rasa, hanya mampu terbaca oleh relung
kepala.
Untaian-untaian do’a, hanya merintih bak mekarnya kelopak
bunga.
Ia sama sekali tak sadarkan realita.
Sesekali mengguncang nadi, lalu memberhentikannya untuk
sementara.
Wahai Baginda..
Bukakanlah buta mataku, yang kini tengah larut dalam fatamorgana.
Wallohu a’lam.
Sukoharjo, 24 Januari 2020.
Comments
Post a Comment