Ternyata, kelambatan ambang sadar kita, sempat sama-sama membuat nadi berhenti sepersekian detik.
Barangkali, ia tak tega menatap terlalu lama. Sebab, bola matamu sedemikian tajam menusuk.
Apalagi, coretan bibir dan mata sipitmu, semacam tetes hujan di bibit pantai.
Terik yang menghanguskan, beralih menjadi sejuk yang memekak. Tak berlebihan, jika awan-awan itu terpaksa bergeser. Tak berlebihan pula, bila burung-burung pun, tak berani hinggap ditempat semula.
Hahaha...
Angin disini, sekadar melamunkanmu saja, tak berani lebih.
Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 12 Januari 2020.
Comments
Post a Comment