Skip to main content

Wasit Pun, Boleh Mencetak Gol.

Kalaupun ada pertandingan, itu hanyalah kamuflase dari persekongkolan under table. Seandainya ada wacana fair play, itu hanyalah sekadar basa basi an sich.

Wasit yang seharusnya bersikap wasathiyah, malah-malah ikutan mencetak gol. Badalah!

Kontestan nyatanya tak hanya berada di tengah lapangan, namun terdapat pula di balik tribun penonton. Masing-masing, nampak menyiapkan kuda-kuda dalam satu frame pertandingan. 

Kontestan yang kalah tanding, secara angka statistik, rela merogoh kocek sebegitu dalam, demi eksisnya wajah di panggung. Akhirnya, transaksi haram pun terjadi. 

Moral!? Moral bagi mereka, mungkin sebatas oral. Oral yang yang telah di jual. Nilai-nilai dibunuh. Etika dikesampingkan. Agama? Jelas, di mesiumkan sementara.

Diantara polemik itu, minimal ada angin segar, sesaat setelah wasit yang kedapatan "ikut bermain", tercyduk. Dihadapan awak media, ia menuturkan bahwa itu adalah masalah pribadinya, bukan bagian dari skema anggota wasit lainnya.

Melalui pernyataan wasit tadi, jelas sikap skeptis tak terhindari. Alasannya sederhana, sebab yang terlibat secara tersirat dan tersurat adalah kontestan "penguasa". Kan kata mas Petruk, penguasa itu punya semua alat untuk berbohong secara sempurna.

Integritas memang mahal harganya, sampai-sampai tak ada yang menjualnya di toko on line maupun off line. 

Upaya sistematik untuk mendorong celah membumihangsukan integritas, selalu ada. Terutama oleh si "penguasa" itu. Terbukti dari adanya tim khusus untuk mengawasi tim pengawas. 

"Kejahatan memang selalu mencari solusi untuk menuju kejahatan selanjutnya", kata Simad sambil mrebes mili.

Sidul pun menimpali, " sudahlah...nanti yang begituan juga mati sendiri, kita tunggu saja".

"Gak bisa begitu dong, kita perlu lakukan tindakan", ujar Simin, yang duduk diantara Simad dan Sidul.

Sedang Mas Petruk, terdiam menatap percakapan diantara mereka, sembari memegang android yang belum lama ia dibelinya.

Wallohu a'lam.
Sukoharjo, 13 Januari 2020.

Comments

Popular posts from this blog

Menari Bersama Sigmund Freud

  Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan karunia-Nya buku Menari Bersama Sigmund Freud, dapat penulis susun dan sajikan ke hadapan pembaca sekalian. Shalawat dan salam semoga senantiasa terus terpanjat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua dapat konsisten belajar dan meneladaninya. Selamat datang dalam perjalanan sastra psikologi yang unik dan mendalam, yang dituangkan dalam buku berjudul "Menari Bersama Sigmund Freud". Dalam karya ini,  Rendi Brutu bersama sejumlah penulis hebat mengajak pembaca meresapi ke dalam labirin kompleks jiwa manusia, mengeksplorasi alam bawah sadar, dan mengurai konflik psikologis yang menyertainya. Buku ini menjadi wadah bagi ekspresi batin para penulis, masing-masing menggali tema yang mendalam dan memaparkan keping-keping kehidupan psikologis. Kita akan disuguhkan oleh kumpulan puisi yang memukau, setiap baitnya seperti jendela yang membuka pandangan pada dunia tak terlihat di dalam diri kita. Berangkat ...

(22) Lagi ngapain;

Aku butuh abadi denganmu. Melukis malam dengan kasih, mengenyam sepi tanpa letih   Aku butuh abadi denganmu. Menyusuri tepian sawah, mengamatinya sebagai berkah   Aku butuh abadi denganmu. Terhubung sepanjang siang, terkait sepanjang malam   ***Banyumas, 20 Februari 2021.

Oase Utopia (2)

  Oase masih tersembunyi, Dalam tiap bait ini. Dunia berubah warna, menghamparkan keindahan yang terusir jauh.   Ada di mana ia, dalam waktu yang bagaimana. Apakah rasanya, kapan terjadinya. Sejumput utopia, kehilangan dirinya. Memangku prasangka, dipendam di sana. Keresahan tetap memadat, Membawa ragu tersusun rapi. Hati siapa direla, Sekadar menemani ditepi bunga. -Purwokerto, 14 Juli 2023-